Rabu, 27 Mei 2015

MN 109 Mahapunnama Sutta

14. Kemudian, dalam pikiran salah seorang bhikkhu muncul pikiran ini: “Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri, perasaan adalah bukan diri, persepsi adalah bukan diri, bentukan-bentukan adalah bukan diri, kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?” [7]
Kemudian Sang Bhagavā, dengan pikiranNya mengetahui pikiran bhikkhu tersebut, berkata kepada bhikkhu itu sebagai berikut: “Adalah mungkin, para bhikkhu, seseorang sesat di sini, yang bodoh dan dungu, dengan pikirannya yang dikuasai oleh ketagihan, akan berpikir bahwa ia dapat melampaui pengajaran Sang Guru sebagai berikut: ‘Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri … kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?’ Sekarang, para bhikkhu, kalian telah dilatih olehKu melalui tanya jawab dalam berbagai kesempatan sehubungan dengan berbagai hal. [8]
15. “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Apakah bentuk materi adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian: apakah perasaan … persepsi … bentukan-bentukan … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – [20] “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
16. “Oleh karena itu, para bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang … segala bentuk materi harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … segala jenis kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
17. “Dengan melihat demikian, seorang siswa mulia yang terlatih menjadi kecewa dengan bentuk materi, kecewa dengan perasaan, kecewa dengan persepsi, kecewa dengan bentukan-bentukan, kecewa dengan kesadaran.
18. “Karena kecewa, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’”
http://fb.com/DhammacittaDaily
http://instagram.com/dhammacitta
http://dhammacitta.org/forum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar