Rabu, 27 Mei 2015

MN 109 Mahapunnama Sutta

14. Kemudian, dalam pikiran salah seorang bhikkhu muncul pikiran ini: “Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri, perasaan adalah bukan diri, persepsi adalah bukan diri, bentukan-bentukan adalah bukan diri, kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?” [7]
Kemudian Sang Bhagavā, dengan pikiranNya mengetahui pikiran bhikkhu tersebut, berkata kepada bhikkhu itu sebagai berikut: “Adalah mungkin, para bhikkhu, seseorang sesat di sini, yang bodoh dan dungu, dengan pikirannya yang dikuasai oleh ketagihan, akan berpikir bahwa ia dapat melampaui pengajaran Sang Guru sebagai berikut: ‘Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri … kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?’ Sekarang, para bhikkhu, kalian telah dilatih olehKu melalui tanya jawab dalam berbagai kesempatan sehubungan dengan berbagai hal. [8]
15. “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Apakah bentuk materi adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian: apakah perasaan … persepsi … bentukan-bentukan … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – [20] “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
16. “Oleh karena itu, para bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang … segala bentuk materi harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … segala jenis kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
17. “Dengan melihat demikian, seorang siswa mulia yang terlatih menjadi kecewa dengan bentuk materi, kecewa dengan perasaan, kecewa dengan persepsi, kecewa dengan bentukan-bentukan, kecewa dengan kesadaran.
18. “Karena kecewa, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’”
http://fb.com/DhammacittaDaily
http://instagram.com/dhammacitta
http://dhammacitta.org/forum

Rabu, 20 Mei 2015

Tiga Hal yang Perlu Dilakukan

Submitted by Untung on September 7, 2012 – 4:34 pm2 Comments
Tiga Hal yang Perlu Dilakukan Tiga Hal yang Perlu Dilakukan,   oleh: Cunda J Supandi
Dalam hidup ini banyak sekali hal yang yang telah, sedang dan akan dikerjakan.  Kadang kita berada pada posisi memilih mana yang akan kita kerjakan A atau B. Seringkali kita mengerjakan dahulu hal-hal yang mendesak atau urgent, tetapi melupakan hal-hal penting yang harus dikerjakan.
Tiga hal yang perlu dilakukan oleh kita menurut Romo Cunda J Supandi dalam ceramah Dhammanya di Vihara Pluit Dharma Sukha memang tidak menyinggung masalah penting atau mendesak. Namun dalam kehidupan sehari-hari kita harus mendahulukan hal hal penting untuk dikerjakan dan mengurangi mengerjakan hal-hal yang mendesak.
Kenapa kita mendahulukan hal yang mendesak untuk dikerjakan? itu merupakan akibat kesalahan kita mengatur waktu dan tugas kita sehingga salah dalam memilah- milah pekerjaan. Jadi bisa saja ada hal yang tidak penting namun karena mendesak jadi terpaksa harus dilakukan lebih dahulu. Hal mana yang penting dalam hidup ini yang harus dilakukan, anda sendiri yang menentukan.
Romo Cunda J Supandi mengatakan ada tiga hal yang patut dilakukan oleh kita, yang dianjurkan oleh para bijaksana. Apakah ketiga hal tersebut?
  1. Berdana
  2. Pabbaja
  3. Menghormat kepada kedua orang tua
Perbuatan baik mendasar yang patut dilakukan adalah berdana. Tujuan dari berdana yang paling tinggi bukanlah mengharapkan agar kelak mempunyai materi yang berlimpah, tetapi demi untuk melatih melepas keterikatan kita. Dengan ketulusan berdana, kelimpahan materi tidak perlu diharapkan karena itu akan berjalan otomatis. Tetapi melepas keterikatan kita itu membutuhkan latihan.
Menghormat kepada kedua orang tua kita mungkin sudah jelas bagi kita. Lalu apa yang dimaksud dengan Pabajja? Silakan anda mendengarkan secara langsung uraian Dhamma dari Romo Cunda J. Supandi dengan meng-klik tombol play dari player dibawah ini. atau silakan mendownloadnya jika dirasakan perlu.

Celaan dan Pujian


Submitted by Untung on November 26, 2012 – 9:19 am4 Comments
Kritikan dan PujianCelaan dan Pujian. Ceramah Dhamma oleh: Romo Cunda J Supandi
Celaan dan Pujian merupakan dua dari delapan kondisi duniawi yang selalu muncul dalam kehidupan kita. Siapapun dia termasuk Buddha tidak terbebas dari dicela dan dipuji.
Kita harus mempunyai keseimbangan batin yang tinggi agar dapat menghadapi celaan dan pujian. Celaan tidak selamanya buruk dan pujian tidak selamanya menghasilkan kebaikan. Walau begitu tentu saja kita lebih menyukai dipuji dibandingkan dengan dicela. Hal itu wajar saja.
Kita harus bijaksana dalam menghadapi kritikan, celaan, pujian maupun sanjungan. Pernah mendengar cerita tentang bagaimana seorang bapak dengan anaknya mengendarai seekor kuda? kali ini Romo Cunda J. Supandi juga menceritakan hal yang mirip cerita tersebut, tentang sepasang suami istri yang menunggang keledai.
Jika kita selalu terombang ambing oleh kritikan dan celaan orang lain maka kita akan bingung sendiri. Kita harus cermat dalam menghadapi setiap kritikan dan celaan, direnungkan secara bijaksana apakah kritikan tersebut jika kita ikuti akan membawa manfaat? atau celaan tersebut walaupun memang terdengar benar tetapi tidak membawa manfaat untuk kita.
Karena apapun yang kita lakukan dan kerjakan pasti akan mengundang celaan dan kritikan maka seyogyanya kita tidak perlu terlalu memusingkan semua kritikan yang ditujukan dengan kita.
Jika kita menanggapi semua celaan yang ditujukan kepada kita maka cerita tentang sepasang suami istri atau bapak dan anak tersebut akan terjadi juga dengan kita. Kita tidak mempunyai pegangan.
Berbuat baik di kritik, tidak berbuat baik apalagi, pasti dicela. Maka sepanjang kita merasa apa yang kita lakukan bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang banyak, apapun cela dan kritikan yang diterima, tidak perlu sampai menghentikan perbuatan itu.

Lima Elemen dan Kesempurnaan Hoki


Submitted by Untung on February 19, 2013 – 8:54 pmOne Comment
Lima Elemen dan Kesempurnaan HokiLima Elemen dan Kesempurnaan Hoki  oleh: Budiyono Tantrayoga
Apa hubungan nya antara lima elemen dengan kesempurnaan hoki anda? apa itu lima elemen? Bagaimana itu bisa dikaitkan dengan hoki anda?
Lima elemen dikenal dalam kebudayaan China atau dalam ilmu Ba Zi ( Pek Ji ) maupun Feng Shui. Lima elemen tersebut adalah Air, Kayu, Api, Tanah dan logam. Air menghidupi kayu. Kayu menghidupi api. Api menghidupi tanah. Tanah menghidupi logam dan logam menghidupi air.
Bapak Budiyono Tantrayoga menguraikan hubungan lima elemen tersebut dikaitkan dengan kesempurnaan hoki anda lewat tingkah laku anda sebagai cerminan dari lima elemen tersebut.
Apakah lima elemen ini dikenal dalam Buddhism? Dalam Buddhism dikenal adanya empat elemen (catudhatu) yang membentuk jasmani maupun materi dalam alam semesta ini yaitu elemen tanah atau Pathavidhatu, elemen air atau Apodhatu, elemen api atau Tejodhatu dan elemen udara atau Vayodhatu.
Dalam Mahasatipatthana Sutta, ada bagian dimana Buddha meminta kita  untuk merenungkan empat elemen ini dalam meditasi. Tubuh jasmani kita ini terurai menjadi elemen tanah, elemen air, elemen api dan elemen udara. Perenungan terhadap empat elemen ini penting dalam menembus pengertian tentang Anicca, Dukkha dan Anatta.
Dalam teori Ba Zi dan kebudayaan China, kondisi serta keadaan dunia dan isinya termasuk manusia di simbolisasikan kedalam lima elemen air, kayu, api, tanah dan logam. Dalam teori Ba Zi  ini Butuh keseimbangan dari lima elemen untuk mendapatkan kehidupan yang baik.
Hoki atau keberuntungan manusia pun di tentukan oleh lima elemen ini. Bagaimana ke lima elemen ini di aktualisasikan kedalam tingkah laku manusia agar hokinya menjadi sempurna? silakan mendengarkan penjelasan bapak Budiyono Tantrayoga yang merupakan seorang pakar Ba Zi dan Feng Shui.

Mencapai Tujuan Hidup


Submitted by Untung on March 14, 2013 – 5:58 am5 Comments
Mencapai Tujuan Hidup Mencapai Tujuan Hidup. Oleh: Suhu Xian Xing
Mencapai tujuan hidup adalah tujuan dari setiap insan. Meskipun tujuan hidup manusia berbeda-beda namun secara spiritual Buddhis, suhu Xian Xing membagi tujuan itu dalam 3 bagian besar berdasarkan tingkatan batin seseorang yaitu:
1. Bagi manusia yang mempunyai tingkatan batin awal atau biasa seperti kebanyakan manusia, maka tujuan hidupnya sangat bersifat duniawi seperti menjadi orang kaya, menjadi dokter atau sebagainya.
2. Bagi sebagian manusia yang mempunyai tingkatan batin menengah, maka tujuan hidupnya adalah melenyapkan penderitaan diri, bebas dari tumimbal lahir atau mencapai tingkat kesucian.
3. Bagi segelintir manusia yang mempunyai tingkatan batin yang tinggi maka tujuan hidupnya bukan saja ingin membebaskan diri sendiri dari penderitaan dunia samsara ini namun juga bertekad untuk membantu makhluk lain membebaskan diri mereka dari penderitaan.
Apapun tujuan hidup seseorang maka diperlukan syarat-syarat agar bisa mencapai tujuan hidupnya. Suhu Xian Xing mengatakan agar bisa mencapai tujuan hidup maka kita harus:
1. Mempunya viriya atau semangat yang tinggi dalam usaha mencapai tujuan hidup itu. Bagaimana membangkitkan semangat?
2. Berlatih dalam jalan spiritual
3. Membantu orang lain untuk mencapai tujuan mereka

Dewa Bumi dan Kepercayaan Tionghoa

Submitted by Untung on April 22, 2013 – 10:51 amNo Comment
Dewa Bumi dan Kepercayaan TionghoaDewa Bumi dan Kepercayaan Tionghoa.  Oleh: Rudy Arijanto
Dewa Bumi dalam kepercayaan umat Buddha Tionghoa mempunyai tempat tersendiri. Dewa Bumi dikenal dengan nama Du Ti Gong ( Tu Thi Kung) maupun Hock Tek Tjeng Sin.
Apa perbedaan antara Tu Thi Kung dan Hock Tek Tjeng Sin tersebut?. Bapak Rudy Arijanto sebagai seorang pandita Buddha aliran Tridharma menerangkan mengenai Dewa Bumi secara khusus dan kepercayaan Tionghoa secara umumnya dalam ceramah Dhamma pada kebaktian Minggu pagi di Vihara Pluit Dharmasukha.
Aliran Tridharma merupakan salah satu aliran agama Buddha di Indonesia. Aliran Tridharma menggabungkan ajaran Buddha dengan ajaran Kong Hu Cu dan paham Lao Tze.
Setiap dewa dalam kepercayaan Tionghoa mempunyai sejarahnya sendiri sendiri kenapa bisa dipuja sebagai seorang dewa. Umumnya berasal dari seorang manusia yang banyak melakukan kebajikan, yang banyak menolong orang orang disekitarnya sehingga setelah kematian orang tersebut di puja sebagai seorang dewa . Bapak Rudy Arijanto juga menceritakan bagaimana sejarah sehingga muncul penghormatan terhadap Dewa bumi ini.
Apa peranan Dewa Bumi dalam membantu orang orang Tionghoa yang memujanya?
Apakah Dewa Bumi bisa mendatangkan rejeki?
Apa beda patung Tu Thi Kung dan Hock Tek Tjeng Sin?
Serta banyak pertanyaan pertanyaan seputar kegiatan ritual umat Buddha Tionghoa yang diterangkan oleh Bapak Rudy Arijanto.

Kebijaksanaan


Submitted by Untung on October 18, 2013 – 12:11 pm6 Comments
Kebijaksanaan Kebijaksanaan oleh Cornelis Wowor MA
Delapan jalan utama dapat di bagi dalam tiga bagian utama yaitu Sila, Samadhi dan Panna. Panna atau kebijaksanaan ini sangat memegang peranan penting dalam Buddhism.
Kebijaksaan atau Panna yang dimaksud adalah kebijaksaan tinggi. Kebijaksanaan dalam agama Buddha dapat dibagi dalam tiga level (Lihat Jenis Kebijaksanaan) yaitu:
1. Sutta Maya Panna. Kebijaksanaan ini adalah kebijaksanaan yang umum kita kenal. Kebijaksanaan ini di dapat karena hasil proses mendengar maupun membaca.
2. Cinta Maya Panna. Kebijaksanaan yang diperoleh karena berpikir. Berpikir disini adalah berpikir secara phisik bukan batin. Level kebijaksanaan ini lebih tinggi dari Sutta Maya Panna. Namun tetap ada keterbatasan karena ada banyak kasus yang tidak bisa dipecahkan oleh pikiran biasa.
3. Bhavana Maya Panna. Inilah kebijaksanaan yang dituju oleh umat Buddha. Kebijaksanaan ini diperoleh melalui latihan meditasi. Pengetahuan kebijaksanaan ini juga berbeda tergantung jenis meditasi.
Pengetahuan kebijaksanaan (kemampuan batin/kesaktian) yang didapat melalui meditasi Samatha dapat berupa:
1. Kemampuan fisik seperti berjalan diatas air, terbang, menembus tembok, masuk ke dalam tanah termasuk kemampuan menyembuhkan orang sakit.
2. Kemampuan mendengar jarak jauh, alam lain serta mampu mendengar suara makhluk lain.
3. Mata Dewa. Mampu melihat makhluk makhluk lain dari alam berbeda. Termasuk kemampuan melihat kapan seseorang akan meninggal dan terlahir kemana.
4. Kemampuan melihat/mengetahui apa yang sedang dipikirkan orang lain.
5. Kemampuan batin melihat kehidupan lampau dari makhluk hidup.
Banyak kejadian ataupun hal hal yang tidak dapat dipecahkan lewat pikiran biasa ataupun ilmu pengetahuan dapat dilihat Lewat kebijaksanaan tingkat Bhavana Maya Panna. Termasuk melihat  surga dan neraka yang bagi saudara kita dari keyakinan lain cukup di-iman-i saja.
Yang paling tinggi adalah Bhavana Maya Panna yang diperoleh dari meditasi Vipassana. Karena kebijaksanaan yang diperoleh adalah kebijaksanaan kesucian. Anda menjadi orang suci. Anda mempunyai kemampuan untuk mengatasi penderitaan secara total. Menembus Anicca (hukum ketidakkekalan), Dukkha ( Ketidak-puasan/penderitaan) serta (Anatta (hukum tanpa aku/tanpa inti yang kekal)

Evaluasi Akhir Tahun


Submitted by Untung on December 24, 2013 – 12:01 pm9 Comments
Evaluasi Akhir Tahun Evaluasi Akhir Tahun oleh: Cornelis Wowor MA.
Evaluasi akhir tahun lazim dilakukan oleh sebuah perusahaan  untuk menilai kinerja perusahaan selama setahun. Sayangnya kita sering lebih memberikan perhatian kepada hal-hal materi diluar kita. Melupakan hal penting untuk diri sendiri. Kita jarang malah hampir tidak pernah melakukan evaluasi akhir tahun terhadap diri kita sendiri.
Kalaupun kita melakukan evaluasi akhir tahun terhadap diri sendiri, itu lebih banyak berkaitan dengan yang bersifat materi ataupun harta benda, misalnya dengan melakukan pelaporan pajak setiap tahun. Kita mengevaluasi harta kekayaan kita apakah bertambah, berkurang. Apakah tahun ini penghasilan saya bertambah atau malah berkurang.
Pernahkah kita merenungkan dan mengevaluasi perkembangan batin dan rohani kita pada akhir tahun? Misalnya pernahkah kita mengevaluasi apakah kita lebih sering marah pada tahun ini dibandingkan tahun lalu? atau apakah tahun ini kita lebih tenang dan lebih sering memberikan senyuman terhadap orang lain?
Sebagai seorang umat Buddha kita patut melakukan evaluasi ataupun melakukan perenungan terhadap kualitas Sila (kemoralan), Samadhi (konsentrasi dan perhatian) dan Panna (kebijaksanaan) diri kita secara berkala.
Berapa sering kita melakukan pelanggaran pancasila Buddhis? apakah sudah berkurang atau malah tanpa disadari kita lebih banyak melakukan pelanggaran sila. Apa yang menyebabkan terjadinya hal itu? Apakah faktor luar begitu mempengaruhi diri kita dalam menjalankan sila? Kenapa kita begitu terpengaruh oleh faktor diluar diri dan kondisi lingkungan dalam mengendalikan sila? Bisakah kita tetap tenang dan sabar di saat kondisi dan keadaan di luar diri kita begitu menekan dan kacau?
Selain kemoralan, sebagai umat Buddha yang baik kita harus berlatih meditasi. Apakah pada tahun ini latihan samadhi kita sudah meningkat secara kualitas maupun frekuensi latihan, atau malah sudah tidak ingat lagi kapan terakhir kalinya berlatih meditasi?
Kebijaksanaan yang tinggi tidak dapat diperoleh hanya melalui bacaan ataupun hanya melalui latihan kemoralan. Sila dan Samadhi saling mendukung untuk memunculkan Panna. Munculnya Panna mendukung untuk kemajuan Sila dan Samadhi. Begitulah Sila, Samadhi dan Panna saling berhubungan satu sama lainnya. Sila mendukung Samadhi dan selanjutnya menimbulkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan memberikan kemudahan buat kita dalam menjalankan kemoralan.

Perenungan Terhadap Dhamma


Submitted by Untung on January 28, 2014 – 6:47 pm4 Comments
Perenungan Terhadap DhammaPerenungan Terhadap Dhamma oleh: dr. Ratna Surya Widya
Dalam Dhammanussati atau perenungan terhadap Dhamma, kita bisa menemukan 6 karakter dari Dhamma. Demikian yang dibabarkan oleh romo pandita dr. Ratna Surya Widya dalam ceramah Dhamma di Vihara Pluit Dharma Sukha di Bulan Desember 2013.
Agama Buddha adalah agama praktek. Seorang umat Buddha tidak hanya cukup mempunyai keyakinan terhadap Buddha Dhamma dan Sangha, namun juga dalam praktek kehidupan sehari harinya harus mencerminkan ajaran Buddha. Dalam hal ini artinya kita selalu berusaha untuk melakukan perbuatan sesuai jalan Dhamma, meskipun masih jauh dari sempurna.
Ambil contoh sederhana. Kita semua menginginkan untuk bisa mempunyai banyak materi atau kekayaan. Menjadi kaya bukanlah keadaan yang dilarang dalam agama Buddha. Namun saat kita belum kaya, apa yang kita lakukan untuk menjadi kaya?
Dhamma secara jelas mengajarkan lewat hukum karma cara untuk menjadi kaya. Walaupun cara ini kedengarannya sangat tidak umum. Kalau kita miskin umumnya kita mengharapkan ada orang yang memberi kita uang. Tidak salah dalam kacamata pandangan secara umum. Dalam Dhamma justru kebalikannya. Jika kita masih miskin dan ingin kaya maka berdanalah uang sebisa dan sesering mungkin, bukan malah meminta-minta. Sudahkah kita menjalankannya?
Dalam ceramah dhamma ini romo dr. Ratna Surya Widya menceritakan sepasang suami istri miskin yang berusaha untuk kaya. Saking miskin nya maka penghasilan hari ini hanya cukup untuk makan besok. Tidak ada lebihnya. Jika demikian lalu bagaimana caranya untuk berdana? Apa yang dilakukan oleh sepasang suami istri tersebut dalam usahanya untuk berdana mungkin di luar pemikiran kita.

Menjawab Tantangan Hidup


Submitted by Untung on March 5, 2014 – 8:50 am6 Comments
Menjawab Tantangan Hidup Menjawab Tantangan Hidup. oleh: dr. Ratna Surya Widya.   Maret 2014
Semua manusia mempunyai tantangan hidup yang harus dijawab. Tantangan hidup ber beda-beda antar manusia. Waktu yang berbeda pun akan menimbulkan tantangan hidup yang berbeda pada satu manusia.
Saat masih ber status pelajar atau mahasiswa, tantangan hidup nya mungkin berupa bagaimana bisa naik kelas dengan hasil bagus. Setelah ber keluarga tantangan hidup pun berubah kembali menjadi bagaimana bisa mencari uang dan sebagainya.
Tantangan hidup masuk dalam kategori austress, sedangkan tekanan hidup masuk ke dalam distress.  Kalau boleh dikatakan secara gampang austress masih tergolong positif sementara distress tergolong negatif.
Stress bisa saja mendadak muncul. Apa yang terjadi jika ada dokter memvonis anda menderita kanker stadium 4? Anda akan menganggap nya sebagai austress atau distress? sebaiknya anggap itu sebagai austress. sebagai suatu tantangan hidup untuk bisa sembuh.
Tantangan hidup diperlukan oleh setiap orang. Bayangkan jika seseorang sudah tidak mempunyai tantangan hidup lagi. Orang itu bisa saja bunuh diri karena sudah merasa sudah tidak memiliki harapan maupun target yang harus dicapai dalam hidup ini.
Pernahkah anda merasa bahwa untuk dapat menjalankan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan tantangan hidup? Apalagi jika ada seseorang yang mempunyai tantangan untuk bisa mencapai tahap sotapana dalam kehidupan ini juga. itu merupakan tantangan hidup yang memerlukan usaha yang besar sekali untuk bisa menjawabnya.
Romo dr. Ratna Surya Widya yang juga merupakan seorang dokter jiwa menguraikan tentang tantangan hidup serta 4 cara untuk bagaimana menjawab tantangan hidup tersebut. apa 4 hal yang harus dimiliki setiap orang dalam menjawab tantangan hidup tersebut?
Dalam ceramah Dhamma di vihara Pluit Dharma Sukha 2 Maret 2014, dr. Ratna Surya Widya memberi tahu mengenai 4 hal tersebut yang harus di miliki oleh seseorang dalam menjawab tantangan hidup nya.

Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan)


Submitted by Untung on March 24, 2014 – 7:11 pm2 Comments
Kasih Sayang Ibu Kasih Sayang Ibu (Sebuah Renungan) oleh: Sri Pannavaro Mahathera
Ceramah Dhamma dengan tema kasih sayang ibu oleh Bhante Sri Pannavaro Mahathera ini saya dapatkan dari sebuah audio CD yang diterbitkan oleh DPP PATRIA. Tidak disebutkan dalam CD tersebut kapan dan dimana khotbah ini dibawakan oleh beliau.
Dalam agama Buddha kedudukan seorang ibu sangat lah istimewa. Dalam Mangala Sutta disebutkan bahwa menyokong ayah dan ibu merupakan suatu berkah utama. Kita mungkin mengatakan bahwa kasih sayang ibu adalah tema sangat sederhana, namun pada praktek kehidupan kita sehari-hari apakah kita sungguh sungguh sudah menyadari besarnya kasih sayang ibu kita? dan sudah berusaha untuk membalas budinya?. Jika merasa sudah membalas apakah dengan cara yang benar?
Banyak kasus di sekeliling kita yang menggambarkan putra putri yang tidak berbakti pada orang tuanya. Banyak alasan yang menimbulkan hal itu. Bisa masalah ekonomi, masalah keluarga, bahkan masalah agama juga bisa membuat seorang anak mengakibatkan orang tuanya menjadi sedih dan menderita.
Cukup banyak kasus yang kita dengar karena alasan seorang anak merasa agamanya yang paling benar dan agama orang tuanya salah maka dia bisa mengancam untuk tidak mau mengurus orangtuanya sendiri jika tidak ikut agamanya. Mungkin dia merasa niatnya baik. Tetapi niat itu benar jika alasannya itu benar, dan dengan cara yang juga harus benar bukan dengan paksaan atau ancaman yang justru membuat orangtuanya merasa menderita.
Agama Buddha juga mengajarkan bahwa untuk dapat membalas budi kepada orang tua, maka seorang anak harus bisa membuat orangtuanya mempunyai sila yang baik dan mengerti Dhamma serta hukum hukumnya. Tetapi sepanjang pengetahuan saya itu bukanlah berarti bahwa seorang anak Buddhis baru bisa membalas budi orangtuanya jika bisa membuat orangtuanya juga beragama Buddha.
Menjalankan sila dan mempraktekkan Buddha Dhamma serta hukum hukumnya tidak identik dengan harus beragama Buddha. Ada orang yang bukan beragama Buddha namun pada prakteknya dia menjalankan sila dan mengerti tentang yang baik akan berakibat baik dan melakukan yang buruk akan berakibat buruk. Bandingkan dengan orang yang mengaku Buddhis tetapi tidak menjalankan sila dan tidak mengerti ajaran Buddha. Mana yang Buddhis menurut anda? Hidup sesuai Buddha Dhamma tidak perlu harus beragama Buddha. Buddha Dhamma bukanlah berupa ritual keagamaan yang dangkal.
Mari kita kembali dalam topik Kasih Sayang Ibu ini. Sebagai seorang anak Buddhis yang baik maka kita harus membalas budi orangtua kita terutama ibu kita. Bhante Sri Pannavaro menerangkan caranya dalam ceramah renungan kasih sayang ibu ini. Namun jika orangtua kita punya keyakinan lain maka menurut hemat saya membalas budinya bukan dengan memaksanya menjadi beragama Buddha tetapi mulai dengan memberikan contoh prilaku kita sendiri yang baik kemudian secara perlahan lahan mengajarkan tentang sila dan Dhamma serta hukum hukumnya. Jika kita bisa membuat orangtua kita hidup sesuai Buddha Dhamma maka kita sudah membalas budi mereka.

Empat Jenis Kesombongan


Submitted by Untung on June 10, 2014 – 3:33 pm2 Comments
Empat Jenis Kesombongan Empat Jenis Kesombongan. Oleh: Dr. Dharma K. Widya
Kesombongan dalam agama Buddha tidak hanya menyangkut hal yang bersifat lebih dibandingkan orang lain. Agama Buddha melihat kesombongan dalam definisi membanding-bandingkan dengan orang lain. Jika kita sudah mempunyai pikiran membandingkan diri sendiri dengan orang lain apapun hasilnya apakah lebih bagus, sama atau malah lebih jelek, semuanya sudah termasuk dalam kesombongan.
Romo Dharma K Widya dalam ceramah Dhammanya pada bulan April 2014 di Vihara Pluit Dharma Sukha menerangkan ada empat jenis kesombongan berdasarkan penyebab yang dapat timbul dalam diri manusia, yaitu:
1. Kesombongan yang muncul akibat kelahiran.
2. Kesombongan yang muncul akibat kepemilikan/harta/kekayaan.
3. Kesombongan yang muncul akibat dari penampilan.
4. Kesombongan yang muncul akibat dari kecerdasan dan ilmu yang dimiliki.
Kesombongan sangat sulit di berantas. Berdasarkan tingkatannya kesombongan memiliki banyak level mulai dari yang sangat kasar sampai yang sangat halus sehingga tidak sadar bahwa itu merupakan kesombongan.
Lebih mudah mengatasi nafsu indria dibandingkan mengatasi kesombongan. Dasar pemikirannya adalah nafsu indria pada tingkat kesucian ke dua atau Sakadagami sudah dapat dilemahkan dan dihilangkan total setelah seseorang telah mencapai tingkat kesucian ketiga atau Anagami. Kesombongan hanya baru dapat dihilangkan setelah seseorang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi atau Arahat. Pada tingkat Anagami seseorang masih memiliki kesombongan yang halus. Jadi bisa dikatakan lebih mudah menghilangkan nafsu indria dibandingkan melenyapkan kesombongan.

Makna Pelimpahan Jasa


Submitted by Untung on December 31, 2014 – 12:50 pmNo Comment
Makna Pelimpahan JasaCeramah Dhamma Makna Pelimpahan Jasa oleh Suhu Xian Xing Desember 2014 Vihara pluit Dharma Sukha
Pelimpahan jasa dalam Buddhisme cukup sering menjadi bahan polemik. Karena antara aliran Theravada dan Mahayana maupun Tantrayana sepertinya ada perbedaan dalam pengertian serta objek pelimpahan jasa.
Dalam Theravada, Pelimpahan jasa mengacu pada Tirokudha Sutta dan cerita Yang Ariya Moggalana saat ingin membantu ibunya yang terlahir di alam neraka. Namun yang Ariya Moggalana yang sudah mempunyai kesaktian sangat tinggi pun tidak mampu menolong ibunya. Ketika meminta nasihat Buddha, maka Buddha meminta yang Ariya Moggalana untuk mengundang anggota Sangha dan berbuat kebaikan yang kemudian di limpahkan jasanya kepada ibunya. Ibu Yang Ariya Moggalana pun tertolong.
Meskipun dalam Abhinhapaccavekkhana dikatakan aku adalah pemilik karmaku sendiri, mewarisi karmaku sendiri, lahir dari karmaku sendiri, berhubungan dengan karmaku sendiri serta terlindung oleh karmaku sendiri. Namun pengertian tersebut tidak mengandung pemahaman bahwa makhluk lain sama sekali tidak dapat menolong kita.
Dalam kehidupan saat ini pun kita bisa melihat bahwa kita hidup saling tolong menolong. Hanya saja apakah kita pada saat dan kondisi tertentu bisa ditolong atau tidak bisa, di sinilah pengertian kita terlindung oleh karma kita sendiri berbicara, saat itu karma kita apakah mendukung atau tidak untuk kita menerima pertolongan. Jadi kita tidak selalu bisa di tolong dan tidak selalu tidak bisa ditolong.
Dalam ceramah dhamma di Vihara Pluit Dharma Sukha, Suhu Xian Xing menjelaskan macam macam pelimpahan jasa yang bisa dilakukan. Makna dalam setiap pelimpahan jasa adalah antara kita dan makhluk lain adalah satu. Tidak perlu melakukan perbuatan baik yang khusus dalam pelimpahan jasa. Dalam setiap melakukan perbuatan baik, yang penting kita harus melakukan nya secara tulus, bahkan dengan hanya memberikan senyuman kepada setiap orangpun kita sudah dapat melakukan pelimpahan jasa.

Selasa, 19 Mei 2015

Menjelaskan makna & manfaat puja serta doa.. Makna Puja ::


Dalam agama Buddha berarti "menghormat". Dillihat dari arti puja sebagai penghormatan berarti puja dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu berupa materi maupun perilaku. Puja yang dilakukan dengan materi misalnya, seperti persembahan makanan, buah, dupa, bunga, air, dll. Puja yang dilakukan dengan perilaku juga dapat dilakukan baik melalui fisik seperti bersikap anjali, namaskara, atau pradaksina maupun sikap mental sepeti praktek metta, karuna, khanti serta memiliki samma ditthi. Puja dalam agama Buddha tidak terbatas sebagai penghormatan sebagai dewa-dewa, tetapi termasuk juga penghormatan kepada mereka yang patut dihormati

Sarana Puja :: sarana-sarana yang digunakan untuk melakukan puja.

Yaitu ::

a. paritta,sutera,dharani,dan mantra
b. vihara
c. cetya atau altar
d. stupa

Manfaat Puja ::

a. keyakinan (saddha)
b. metta,karuna,mudita,upekkha
c. pengendalian diri (samvara)
d. Perasaan puas (santutthi)
e. kedamaian (santhi)
f. kebahagiaan (sukha)

Manfaat Amisa Puja ::

* Saddha : Keyakinan dan bakti akan tumbuh berkembang
* Brahmavihara : Empat kediaman atau keadaan batin yang luhur akan berkembang yaitu : Metta (Cinta kasih yg universal), Karuna (Belas kasihan), mudita (simpati atas kebahagiaan/kelebihan makhluk lain), Upekha ( seimbang dalam suka/duka)
* Samvara : Indera akan terkendali
* Santutthi : Puas
* Santi : Damai
* Sukha : Bahagia

Perbedaan antara doa menurut agama Buddha dengan doa menurut pandangan umum ::

Doa menurut agama Buddha diartikan sebagai tindakan penghormatan, perlindungan.. Sedangkan Doa menurut pandangan umum diartikan sebagai tindakan meminta atau memohon..

Mendeskripsikan sejarah & petunjuk tentang puja ..

Sejarah Puja pada Zaman Sang Buddha ::

Puja pada zaman Sang Buddha memiliki arti yang berbeda, yaitu menghormat. Pada masa Buddha terdapat suatu kebiasaan yang dilakukan oleh para bhikkhu yang disebut vattha. Vattha artinya merawat guru Buddha yaitu dengan membersihkan ruangan, mengisi air dan lain-lain. Setelah selesai melaksanakan kewajiban itu, mereka semua (para bhikkhu) dan umat duduk, untuk mendengarkan khotbah dari Buddha. Setelah selesai mendengarkan khotbah, para bhikkhu mengingatnya atau menghafal agar kemanapun mereka pergi, ajaran Buddha dapat diingat dan dilaksanakannya.

Pada hari bulan gelap dan terang (purnama) para bhikkhu berkumpul untuk mendengarkan peraturan-peraturan atau patimokkha yang harus dilatih. Patimokkha yang didengar oleh para bhikkhu adalah diucapkan oleh seorang bhikkhu yang telah menghafalnya. Sebelum atau sesudah pengucapan patimokkha bagi para bhikkhu, umat juga berkumpul untuk mendengarkan khotbah. Umat tidak hanya berkumpul dua kali, tetapi dipertengahan antara bulan gelap dan bulan terang, mereka juga berkumpul di vihara untuk mendengarkan khotbah. Namun, bila Buddha ada di vihara, umat datang untuk mendengarkan khotbah setiap hari.

Para umat biasanya juga melakukan puja (penghormatan) kepada Sang Buddha dengan mempersembahkan bunga, lilin, dupa, dan lain-lain. Namun, Sang Buddha sendiri berkata bahwa melaksanakan Dhamma yang telah Beliau ajarkan merupakan bentuk penghormatan yang paling tinggi. Oleh karena itu, Sang Buddha mencegah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap diri pribadi Beliau.

Sejarah Puja pada Zaman Pasca Buddha ::

Setelah Sang Buddha Parinibanna, umat tetap berkumpul, lalu untuk mengenang jasa-jasa dan teladan dari Sang Buddha atau merenungkan kebajikan-kebajikan Tiratana. Para bhikkhu dan umat berkumpul di vihara untuk menggantikan kebiasaan vattha. Sebagai pengganti khotbah Buddha, para bhikkhu mengulang kotbah-kotbah atau sutta. Selain itu, kebiasaan baik lain yang dilakukan oleh para bhikkhu dan samanera, yaitu setiap pagi dan sore (malam) mereka mengucapkan paritta yang telah mereka hafal. Kebiasaan para bhikkhu tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan kebaktian.

Kebaktian yang merupakan perbuatan baik yang patut dilestarikan adalah salah satu cara melaksanakan puja. Selain itu, sama dengan zaman Sang Buddha, para bhikkhu ataupun umat juga melaksanakan Dhamma ajaran Sang Buddha sebagai penghormatan tertinggi.

Sejarah Amisa Puja ::

Amisa puja dilaksanakan bermula dari bhikkhu Ananda. Beliau adalah murid setia Sang Buddha, setiap hari mengatur tempat tidur, membersihkan tempat tinggal, membakar dupa, menata bunga dll, mengatur pergiliran umat untuk menemui atau menyampaikan dana makanan kpd Buddha.
Setelah Buddha parinibbana, para arahat tidak terguncang batinnya, tetpai bhikkhu Ananda yang belum mencapai arahat, masih merasakan sedih dan berduka, karena selama bertahun-tahun ia berada didekat buddha, untuk merawat dan melayani. kebiasaan menyiapkan cendana, bunga-bungaan dall yang dilakukan oleh bhikkhu ananda kpd buddha inilah yang menjadi kebiasaan umat buddha melaksanakan amisa puja sampai sekarang. umat buddha melaksanakan amisa puja pada altar, relik orang suci, termasuk kpd para bhikkhu dengan memberikan dupa, bunga, lilin, dll.

Mengidentifikasi Praktik Puja Terkait dengan Budaya..

Perbedaan puja dan budaya ::

Puja adalah penghormatan sebagai sarana pengembangan batin yang lebih berkualitas.
sedangkan Budaya adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Menjelaskan Praktik Puja dalam Hari-hari Raya Agama Buddha..

* Hari Raya Waisak
Hari suci waisak adalah hari suci atau hari raya utama bagi umat Buddha. Hari Raya Waisak telah menjadi hari libur Nasional sejak tahun 1983, sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 1983, tanggal 19 Januari 1983.
Hari Suci Waisak memperingati 3 peristiwa penting:
1. Hari lahirnya P.Sidharta pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.
2. Tercapainya penerangan sempurna oleh pertapa Gotama dan menjadi Buddha pada tahun 588 SM, di hutan Gaya (Bodh Gaya) rimba Uruvela.
3. Buddha mencapai parinibbana (wafat) pada tahun 543 SM di Kusinara.
Karena memperingati 3 peristiwa penting dalam kehidupan Buddha, maka hari suci Waisak disebut juga “Tri Suci Waisak” dan sering disebut juga sebagai “Hari Buddha”. Hari raya Waisak ini biasanya jatuh pada bulan Mei atau Juni.

* Hari Raya Asadha
Beberapa alasan memperingati Hari Asadha :
1. Buddha membabarkan khotbah yang pertama kali dengna nama “Dhamma-cakkappavatana Sutta” (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma)
2. Munculnya Sangha pertama kali di dunia. Sangha merupakan salah satu faktor dari Tisarana(Buddha,Dhamma,Sangha)
Hari Raya Asadha biasanya jatuh pada bulan purnama sidhi di bulan asadha (juli-agustus) dua bulan setelah Waisak.

* Hari Raya Khatina
Hari Raya Khatina dirayakan tiga bulan setelah hari Asadha. Perayaan ini diselenggarakan umat Buddha sebagai ungkapan perasaan terima kasih atas perbuatan baik yang telah dilakukan oleh para bhikkhu. Karena ketika bhikkhu melaksanakan vassa di vihara selama 3 bulan, mereka mengajar,menuntun dan membina umat agar mendalami,menghayati dan mengamalkan dhamma. Ungkapan terima kasih itu dinyatakan dengan mempersembahkan 4 kebutuhan pokok p[ara bhikkhu :
a. makanan (bhatta)
b. Jubah (civara)
c. Obat-obatan (bhesajja)
d. Tempat tinggal (kuti)
Dan pada saat penyelenggaraan upacara jubah khatina, di suatu vihara atau cetiya harus memiliki syarat-syarat tertentu :
1. jumlah bhikkhu pada tempat bervassa tersebut sedikitnya 5 orang
2. bhikkhu pada vihara tersebut harus membuat suatu dewan khusus.
3. upacara khatina hanya boleh diadakan pada waktunya, Mahayana hari 16 bulan ke 7 sampai hari ke 16 bulan ke 8. Theravada hari ke 16 bulan ke 11 sampai hari ke 16 bulan ke 12.
4. suatu vihara hanya boleh mengadakan Khatina Puja satu kali setahun.
# Hari Khatina disebut juga Hari Sangha.

* Hari Raya Magha Puja
Hari Magha Puja biasanya jatuh pada purnama sidhi di bulan magha (februari-maret). Pada hari ini memperingati 2 kejadian penting dalam masa hidup Buddha,yaitu:
1. berkumpulnya 1250 orang arahat di vihara veluvana, rajagaha.
kejadian ini memiliki keistimewaan yang disebut “Caturangga-Sanipata” sbb:
a. 1250 bhikkhu semuanya arahat.
b. semuanya ditahbiskan langsung oleh Buddha dengan klimat “Ehi Bhikkhu”.
c. semuanya datang tanpa persetujuan terlebih dahulu.
d. Buddha mengajarkan prinsip-prinsip ajaran-Nya yang disebut ” Ovada Patimokkha”.
2. Buddha memberikan khotbah “Iddhipada Dhamma” kepada para siswanya. Kejadian ini terjadi sewaktu Buddha berada di Cetiya Capala di dekat kota Vesali. Setelah beliau memberikan khotbahnya, beliau berdian diri sejenka dan membuat keputusan untuk wafat 3 bulan kemudian.

sumber: GIRIBALA.CO.CC

Mendeskripsikan sila sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan

Pengertian sila ::
Sila mempunyai banyak arti. Pertama, berarti ‘ norma(kaidah), peraturan hidup, perintah’. Kedua, kata itu menyatakan pula keadaan batin terhadap peraturan hidup, hingga dapat berarti juga ‘ sikap, keadaan, perilaku, sopan-santun’ dan sebagainya.

Dasar-dasar pelaksanaan sila::
1.Sati dan sampajanna
-Sati=cetusan keadaan batin.
-Sampajanna=muncul kesadaran ketika sedang melakukan kegiatan.
2.Hiri dan ottapa
-Hiri=perasaan malu, sikap batin yang merasa malu bila melakukan kesalahan/kejahatan.
-Ottapa= enggan berbuat salah/jahat.

Jalan Mulia Berunsur Delapan::

1.Pandangan benar
2.Pikiran Benar
3.Ucapan Benar
4.Perbuatan Benar
5.Penghidupan Benar
6.Usaha Benar
7.Kesadaran Benar
8.Samadhi Benar

Ucapan benar :: menjauhkan diri dari berbohong, dari menyebarkan cerita,
dari kata-kata kasar, dan dari pembicaraan yang sia-sia.

Perbuatan Benar adalah menghindari::

* Membunuh
* Mengambil yang tidak diberikan
* Melakukan perbuatan asusila

Pengertian mata pencaharian benar::

Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena tanpa pekerjaan kita akan mengalami kesulitan dalam hidup kita. Kita memiliki akal dan kebijaksanaan, dengan kebijaksanaan kita dapat mengembangkan kemampuan, memperbaiki, membuat sesuatu atau memilih pekerjaan yang kita inginkan. Memilih pekerjaan yang akan kkita kerjakan adalah penting sekali sebab bila kita salah memilih perkerjaan, kita akan merasa selalu tidak puas dan menderita.

Cara mengendalikan perasaan2 yang muncul (kemarahan, putus asa, sedih, dll

Faktor bathin pada setiap makhluk hidup ada 52, yg disebut cetasika. 14 diantaranya adalah yg tdk bermanfaat [13 netral & 25 bermanfaat]. Karena kita berada di Asankhata Dhamma, berkondisi, maka rupa [jasmani] & nama [citta & cetasika] pun tentunya tdk luput karena keberkondisian ini. Artinya, semua faktor bathin kita pun "terikat" oleh 3 corak kehidupan universal: anicca, dukkha, & anatta...

Apakah faktor² bathin negativ, seperti: marah, benci, menyesal, dengki, dendam, dll ~ bisa dipertahankan terus²? Tidak yah? Akan berubah [anicca] juga, TERGANTUNG KONDISI [kondisi = paduan + proses]. Kondisi inilah yang menentukan keberlangsungan faktor bathin tersebut. Kesimpulan sementara sejauh ini, baik faktor bathin negativ & positiv, sama² berkondisi sehingga tidak bisa dipertahankan keberlangsungannya; bagaimanapun itu dipaksakan. Maka dengan pengertian mendalam yg benar, maka diharapkan kita bisa "memanage" faktor² bathin tsb... Bagaimana caranya? Setidaknya ada 3 metodologi:
1.. Suttamaya panna: kebijaksanaan pengetahun yg diperoleh dari belajar literatur, baca, diskusi, nonton, dll...
2.. Cintamaya panna: kebijaksanaan yang diperoleh dari kontemplasi no 1 di atas dgn kenyataan hidup sehari². Pemahaman pd tahap ini tentunya akan lebih kuat & mendalam dari pada yg no 1...
3.. Bhavanamaya panna: kebijaksanaan yang diperoleh dari kualitas pengembangan bathin yang mengarah kepada kesucian...
Kita rata² ada di tahapan no 1 di atas; maka dari itu, kita butuh lebih banyak kontemplasi dgn mengaitkannya pada kondisi keseharian kita. Menurut literatur, marah itu tidak bermanfaat, malah merugikan perkembangan bathin kita. Ini semata² kita 'tahu' ~ tapi apakah sudah 'mengerti'? 'Tahu' ada pd poin no 1, 'ngerti' sudah ada pd poin no 2... Umumnya ketika kita belajar utk masuk tahapan poin no2; kita gampang "terperangkap" dalam subjek permasalahan ~ sehingga bukannya merenungkan apa yg kita hadapi, sebaliknya justru merana karena perasaan yg ditimbulkan dari subjek permasalahan itu sendiri...

------------ --------- --------- --------- --------- --------- -

Sekarang saya hendak mengajak kita semua utk coba mencari, dari mana & di mana kah marah [contoh umum] timbul atau berada???
Saya menggunakan ilustrasi sepasang kekasih; katakan saja si cowo suka colek si cewe, yah ibaratnya itulah cara di cowo memperlihatkan gaya romantisnya. Si cewe sih senang saja dicolek oleh cowonya sendiri; bahkan kalo si cowo sudah lama vacum colek, bisa² si cewe "nagih" lho ~ benar yah? Artinya ini umumlah ditemukan di dalam masyarakat.. .

Nah, gimana jika si cewe dicolek oleh seorang gembel; dgn "kualitas" colekan yg sama dgn pacarnya? Umumnya pasti tidak terima yah, paling umum sih, marah/kesal. .. Mengapa colekannya sama, cuma karena oleh insan yg berbeda maka menimbulkan amarah & kekesalan? Sebenarnya dari mana asal & letak kemarahan & kekesalan itu? Ilustrasi berikutnya, kita akan membuktikan bahwa marah itu bahkan bisa ditunda & dia hanya akan timbul jika kondisinya sudah tepat...

Skenarionya begini: saya akan menutup identitas pacar si cewe & si gembel hingga si cewe tdk bisa mengenalinya; di balik tirai, mungkin. Kemudian meminta kedua pria itu mencubit si wanita ~ kita lihat reaksinya si cewe ketika identity revealed... Varian skenarionya begini:
1.. Si cowo cubit dgn lembut & si gembel cubit lebih kasar ~ si cewe diminta tebak segera: mana yg si cowo & mana yg si gembel. Tebakannya tepat ~ after revealing identity, si cewe girang karena tebakannya tepat; plus cemberutin si gembel...
2.. Dibalik, si cowo cubit dgn kasar & si gembel dgn kelembutan ~ akhirnya si cewe salah tebak; kali ini kesal/marahnya sudah berubah objek: mengapa dirinya bisa ditipu oleh yg lembut/kasarnya sebuah cubitan?
3.. Even... sama lembutnya kedua cubitan & si cewe diminta utk menebak ~ namun hasilnya [pembukaan tabir] ditunda selama ± 1 jam; kemudian baru diberitahukan apakah tebakannya tepat atau tidak... ± 1 jam kemudian, after revealing identity, dia baru muncul perasaan, yg pasti kesal/marahnya sudah tdk seperti 2 sessi di awal...
Nah, sessi pertama; kemarahan muncul dalam hitungan detik, after revealing identity. Sessi kedua, karena salah tebak; kemarahan sudah tdk "sekuat" yg pertama ~ malah sudah bercampur perasaan malu...
Lha... sessi ketiga, ternyata kemarahan berubah menjadi ketegangan menunggu hasil after revealing identity. Saat itu, dimanakah kemarahannya? Padahal khan jelas barusan dicubit oleh 2 orang yg berbeda? Yg satu si cowo yg dia sukai utk dicubit ~ satunya justru yg menimbulkan marah tak kala mencubit. Cubitannya sudah terjadi, mengapa tdk spontan marah? ADA PERSEPSI/IDENTIFIKA SI/DEFINISI khan? Itulah kondisi [paduan+proses] yg disebutkan di atas... Umumnya disebut: permainan pikiran & perasaan... Di sessi ini, marah bisa ditunda hingga ± 1 jam, bahkan setelah itu, mungkin bisa jadi: bukan kemarahan yg timbul lho... Bisa² dia merasa lucu sendiri...

Jadi, apakah cubitan itu adalah sumber kemarahan? Ternyata bukan yah; persepsi yg definitif lah sumber kemarahan itu... Sama halnya dgn pejudi yg menang, royal kasih duit, nraktir, dll ~ tapi saat yg lagi kalah: kartu disalahin, tempat duduk bawa sial, pembagi kartu disalahkan dll...

Terhitung sejak kita bangun hingga tidur lelap kembali, kita semua cuma melayani 6 landasan indera ini:
~ melihat
~ mendengar
~ membaui
~ mengecap
~ merasakan sentuhan
~ berpikir
5 yg awal cenderung berorientasi kepada: lobha [sikap bathin yg melekat kepada obyek]...
1 yg terakhir cenderung berorientasi kepada: dosa [sikap bathin yg menolak akan obyek]...
Kita terbiasa meladeni & melayani keenam di atas; dia bilang mules~ke WC; dia bilang kesal~kita marah; dia bilang lapar/haus~kita makan/minum; dia bilang perempuan itu kasih harapan~kita selingkuh; dia bilang males~kita lanjut tidur, tulisan emailnya menyinggung saya~balas lah dgn singgung pribadinya, dll...
Nah, seberapa jauh kita yg justru balik mengendalikan keenam di atas? Nyaris sepenuhnya kita yg dikendalikan yah?

Di masyarakat, mudah ditemui yg pemarah, tapi juga ada yg penyabar dari sejak dia kecil. Apakah sudah takdir? Ada juga yg pemarah & berubah menjadi sabar... Penyabar yg menjadi pemarah juga banyak yah? Apakah semua itu sekoyong²? Ini semua merupakan ketangkasan bathin di dalam merespon obyek yg muncul dari 6 landasan indera di atas. Tentu saja bisa dilatih, saya yakin sekali itu. Sama halnya dgn yg belajar Bhs Inggris; awalnya mengeja alphabet pun sulit ~ setelah dilatih terus, cas-cis-cus mirip bule...

So, jika ada hal yg membuat kita marah; misalnya diomeli atasan atau salesman menyela dgn argumentasi ~ apakah BISA kita tidak marah? Jawabannya bukan BISA atau TIDAK BISA ~ namun MAU atau TIDAK MAU? Buktinya???
Coba seumpamanya saya kasih tantangan [ekstrim]: jika Anda tdk marah ketika diargumentasi dgn hal konyol oleh salesman Anda; maka saya kasih hadiah uang 1 MILYAR... Bisakah tidak marah? Pasti MAU; bukan masalah bisa atau tidak bisa lagi...
Ternyata 'kondinya' adalah motivasi yah ~ mungkin saja menilai marah lebih bermanfaat daripada sabar, barangkali? Cobalah kita bedakan dengan baik & benar:
a.. marah karena diargumentasi konyol oleh salesman & kemudian tetap memberikan argumentasi balik; dan
b.. tidak marah [alias tenang & sabar] karena diargumentasi konyol oleh salesman & kemudian tetap memberikan argumentasi balik...
Mana yang lebih OK? Ternyata MARAH dan TETAP MEMBERIKAN ARGUMENTASI BALIK adalah 2 hal yg berbeda jauh yah? Artinya kita tetap bisa "tetap memberikan argumentasi balik" dengan KETENANGAN ~ bukan KEMARAHAN...
Kita bisa lihat penampilan debat kandidat kepresidenan di AS; semua berusaha tenang, karena dgn demikian mereka bisa memberikan respon dgn baik & benar... Ternyata bisa dilatih yah?

Mari kita semua sama² melatih; mengutip reminder mentor saya: memang tidak sederhana, tapi bukan berarti tidak bisa ~ cuma perlu jujur & berani utk mencobanya.. .

Sukhi Hotu,

Sikap Seorang Umat Buddha & Kebanggaan..

oleh: YM. Sri Pannavaro - perangkum : Imeth


Bagaimana menjadi umat Buddha yg baik? Apakah yg harus diperhatikan dan dilakukan? Pertanyaan yg sederhana dan sering ditanyakan oleh seseorang yg tertarik kepada Agama Buddha.

1. Menjadi umat Buddha, syarat yg pertama sekali, bukan harus bisa membaca paritta dalam bahasa Pali, yg mungkin sukar u/ dibaca pertama kali. Bukan pula harus mempunyai altar dgn patung Buddha yg indah dirumah. Meskipun membaca paritta dan punya latar adalah suatu hal yg sangat baik. Yang pertama kali harus dilakukan adalah HARUS SIAP DAN BERANI MENGUBAH CARA BERFIKIR. Seorang umat Buddha akan ditandai dgn cara berfikir yg Buddhistis -- cara berfikir Dhamma -- adalah kita dihadapkan pada kenyataan yg 'telanjang' yg terus terang; kenyataan itu sering tidak cocok dgn selera kita. Namun dengan menghadapi kenyataan dengan APA ADANYA ini akan membuat kita menjadi dewasa dan bijaksana. Satu contoh, kalau kita mengidap penyakit, maka seorang umat Buddha harus mau mengakui bahwa diri kita sakit. Dhamma mengajak kita untuk melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, TANPA SCREEN/TABIR. Oleh karena itu, meskipun berat & pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan menerima kenyataan, maka kita akan berfikit secara dewasa dan sikap kita akan menjadi sikap yg bijaksana. Menutupi penyakit adalah sikap yg kekanak-kanakan; karena itu sikapnya, tindakannya, perbuatannya kemudian tidak akan bijaksana. Sehingga perbuatannya akan menghancurkan dirinya sendiri. Inilah gunanya beragama, terutama mengenal Dhamma. Kita ditantang, diminta kesanggupan kita -- BUKAN hanya kesanggupan u/ menyumbang vihara. BUKAN! BUKAN pula kesanggupan u/ menghafal paritta. Tetapi kesanggupan untuk MENGUBAH CARA BERFIKIR dan kesanggupan u/ BERANI MELIHAT KENYATAAN SEBAGAIMANA ADANYA; sehingga sikap, tindakan & prilaku kita menjadi dewasa dan bijaksana.

2. Agama Buddha tidak anti materi, tidak menginginkan saudara hidup melarat, cukup pakai cawat kulit kayu, makan nasi-garam, selesai. TIDAK PERNAH ada ajaran agama BUddha yg demikian. Tetapi yg diminta oleh agama Buddha adalah BAGAIMANA PANDANGAN SAUDARA DALAM MEMANDANG UANG & MATERI ITU. Kalau pandangan saudara dlm memandang uang & materi sama dengan sebelum saudara menjadi umat BUddha, maka saudara bukan umat Buddha. Karena umat Buddha ditandai cara berfikir yg sesuai Dhamma. Agama Buddha tidak menganggap uang, materi, kendaraan, rumah, tanah itu adalah jelek, kotor dan dosa.TIDAK SAMA SEKALI! Karena materi & uang adalah NETRAL. Sama spt LISTRIK, bukan suatu yg penuh cinta kasih, tetapi juga bukan sesuatu yg kejam. Listrik bisa membakar rumah, membunuh manusia, tetapi bisa pula menerangi kita, membangkitkan mesin. Kalau saudara memandang uang, materi, rumah, mobil dsb itu bukan sebagai kekayaan atau sebagai milik melainkan sebagai alat u/ menyejahterakan keluarga, alat u/ melakukan kebaikan yg lebih banyak dalam kehidupan ini, maka itulah cara berfikir umat Buddha.

3. Semua orang senang akan kesenangan, kebahagian -- termasuk saya. Tetapi merupakan selera/keinginan manusia kemudian untuk mengukuhi, menggenggam kesenangan dan kebahagiaan menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut kenyataan, hal itu adalah SESUATU YG TIDAK MUNGKIN. Kalau saudara sudah siap mengubah cara berfikir bahwa memang segala sesuatu didunia ini adalah tidak kekal -- kebahagiaan maupun kepuasan adalah tidak kekal, demikian juga dengan problem, kesulitan, kesedihan adalah tidak kekal. Maka saudara sudah harus siap menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Adalah orang yg paling kecewa didunia ini yg menganggap segala sesuatu didunia ini adalah kekal/abadi. Adalah orang yg paling tidak bahagia didunia ini yg mengukuhi segala sesuatu yg menyenangkan karena segala sesuatu itu adalah PERUBAHAN.

4. Mengubah cara berfikir seperti ini amatlah membantu. Sikap memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu dengan jelas, benar & sesuai dengan kenyataan adalah sesuatu yg amat membantu. Ini lebih berharga daripada saudara mempunya macam-2 benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukan kedalam pikiran itulah yg paling berharga. PUSAKA PENGERTIAN yg sesuai dengan kenyataan. Dan untuk itu saudara dituntut untuk siap mengubah sikap berfikir saudara semula. Sekali lagi, memang belajar melihat kenyataan dengan terus terang ini adalah berat. PAHIT! Karena tidak sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yg senantiasa dan terus menerus. Tetapi itu adalah tidak mungkin! Amat berat u/ menerima kenyataan kalau itu sudah berubah. Tetapi itulah kenyataan. Kalau saudara berani menghadapi kenyataan itu LUAR BIASA!

5. Bagaimana agar menjadi Berani? Harus siap mengubah cara berfikir yg sesuai kenyataan. Sekarang jangan lagi menganggap segala sesuatu itu abadi, kekal -- termasuk penderitaan, kesulitan, problem -- karena semuanya tidak kekal. Sekarang jangan lagi menganggap bahwa hidup adalah untung2an, pemberian atau hadiah. Tetapi mulai sekarang harus menganggap bahwa HIDUP ADALAH PERJUANGAN. Hidup ini adalah tidak kekal. Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak diputar-putar didalam perubahan yg tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita menjadi bijaksana.

6. Tantangan bagi kita adalah BAGAIMANA KALAU KITA MENGHADAPI PERSOALAN/PROBLEM. Karena lingkungan, kolega, pekerjaan, pasangan, anak-2 kita tidak akan selamanya cocok dengan selera atau kemauan kita. Suatu saat kalau lingkungan tempat kita bergantung sudah tidak bisa menyenangkan kita lagi, maka habislah kita. Saudara merasa kebahagiaan saudara dirampok. Kalau masih 1 atau 2 problem dan saudara masih punya kenikmatan dibidang lain, maka tidak ada persoalan. Tetapi kalau problem itu datang bertubi-tubi dan bersamaan, semua tempat saudara bergantung tidak dapat memuaskan saudara, habislah kebahagiaan saudara. Seperti digoreng habis-habisan. Mampukah saudara bertahan? Kalau saudara mempunyai simpanan didalam batin, saudara akan bisa bertahan. "Andaikata lingkungan sudah tidak bisa lagi sesuai dengan selera saya, saya masih mempunyai kesenangan dan kebahagian batin." Dengan demikian saudara akan bertahan.

7. Darimanakah kita bisa mendapatkan kebahagiaan batin? Yakni dari pengetahuan mengenai hakikat kehidupan ini sebagaimana adanya, dan melakukan kebaikan. Inilah gunanya melakukan kebaikan. Saya tidak bicara kalau berbuat baik, akibat karmanya begini-begitu tetapi kebajikan itu akan menjadi simpanan batin. Tidak terasa -- seperti anda menabung di bank. Mungkin saudara berkata "Apa gunanya sih menabung, mengurangi jatah?" Tetapi nanti kalau saudara tiba pada keadaan yang sangat menyulitkan, saudara baru bisa merasakannya. Inilah keuntungannya orang menabung berbuat baik. Maka anjuran saya, permintaan saya, cobalah saudara menabung. Menabung didalam batin saudara. Untuk suatu saat kalau saudara jatuh dalam kesulitan, saudara mampu tetap bertahan, punya daya tahan yg saudara bangun sendiri. Tidak ada orang yg menghadiahkan daya tahan, kesabaran, kekuatan dll. Semua itu harus DILATIH, DITUMBUHKAN & DIKEMBANGKAN didalam diri, oleh diri sendiri, sebagai kekayaan pribadi didalam.

8. Inilah ajaran agama Buddha. Memang tidak simple/Mudah. Ajaran agama Buddha itu tidak menawarkan 2 alternatif: Percaya atau Tidak! Agama Buddha tidak sesimpel itu. Tetapi saudara dituntun seperti orang yg buta, lalu diobati, dibimbing pelan-2, bagaimana untuk menghadapi kehidupan ini, supaya bisa berdiri diatas kaki sendiri. Sulit Memang! Hasil-2 besar yg ada didunia ini bukanlah suatu kebetulan. Orang-orang besar yg bisa menemukan penemuan besar -- spritual atau material didunia ilmu -- tidak ada yang kebetulan. Semua itu adalah PERJUANGAN.

9. Kalau saya ditanya, "Bhante menjadi umat Buddha itu bangganya apa?" Apakah karena viharanya yg besar? Kebaktiannya rapi? BUKAN! Saya bangga menjadi umat Buddha karena saya mempunyai wawasan yg luas. Saya tidak sekedar ditawarkan OK atau TIDAK. YES or NO. Percaya atau Tidak. Bukan itu. Tetapi saya disodorkan pengertian. Kalau saya mengerti, saya akan percaya. Bukan dibalik "Kalau anda percaya, anda akan mengerti" Tidak demikian. Tetapi kalau anda MENGERTI, tidak usah diminta, anda akan PERCAYA. Mempunyai cara berfikir yg benar, sikap memandang kehidupan ini dengan benar, adalah syarat yg pertama menjadi seorang umat Buddha. Memang Berat! Tetapi itulah dunia ini sebagaimana adanya.

Penutup:
"Atana va sudantena, Natham Labari dullabham"
artinya:
"Setelah dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari."

Siapa yg bisa melindungi saudara, yg paling setia, yg tidak berkhianat, yg paling "save"/aman ? Yaitu PIKIRAN SAUDARA SENDIRI YANG SUDAH DILATIH. Karena itu dengan melatih diri sendiri, akan mendapat keuntungan yg sukar dicari yaitu pelindung yg setia.

Marilah kita siap menghadapi kenyataan, punyailah modal didalam batin yg kuat, tegar menghadapi apapun. Karena apapun yg ada atau yang terjadi, adalah tidak kekal.

7 KEUNGGULAN AGAMA BUDDHA

Buddha diagungkan bukan karena kekayaan, keindahan, atau lainnya. Beliau diagungkan karena kebaikan, kebijaksanaan, dan pencerahanNya. Inilah alasan mengapa kita, umat Buddha, menganggap ajaran Buddha sebagai jalan hidup tertinggi.

Apa sajakah keunggulan-keunggulan yang menumbuhkan kekaguman kita terhadap ajaran Buddha?

1. Ajaran Buddha tidak membedakan kelas / kasta

Buddha mengajarkan bahwa manusia menjadi baik atau jahat bukan karena kasta atau status sosial, bukan pula karena percaya atau menganut suatu ajaran agama. Seseorang baik atau jahat karena perbuatannya. Dengan berbuat jahat, seseorang menjadi jahat, dan dengan berbuat baik, seseorang menjadi baik. Setiap orang, apakah ia raja, orang miskin atau pun orang kaya, bisa masuk surga atau neraka, atau mencapai Nirvana, dan hal itu bukan karena kelas atau pun kepercayaannya.

2. Agama Buddha mengajarkan belas kasih yang universal

Buddha mengajarkan kita untuk memancarkan metta (kasih sayang dan cinta kasih) kepada semua makhluk tanpa kecuali. Terhadap manusia, janganlah membedakan bangsa. Terhadap hewan, janganlah membedakan jenisnya. Metta harus dipancarkan kepada semua hewan termasuk yang terkecil seperti serangga. Hal ini berbeda dengan beberapa agama lain yang mengajarkan bahwa hewan diciptakan Tuhan untuk kepentingan kelangsungan hidup manusia, sehingga membunuh makhluk selain manusia bukanlah kejahatan. Beberapa agama bahkan membenarkan membunuh orang bersalah yang menentang agamanya.

3. Dalam ajaran Buddha, tidak seorang pun diperintahkan untuk percaya

Sang Buddha tidak pernah memaksa seseorang untuk mempercayai ajaranNya. Semua adalah pilihan sendiri, tergantung pada hasil kajian masing-masing individu. Buddha bahkan menyarankan, “Jangan percaya apa yang Kukatakan kepadamu sampai kamu mengkaji dengan kebijaksanaanmu sendiri secara cermat dan teliti apa yang Kukatakan.” Hal ini pun berbeda dengan agama lain yang melarang pengikutnya mengkritik ajarannya sendiri. Ajaran Buddha tidak terlalu dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dan kritik-kritik terhadap ajaranNya. Jelaslah bagi kita bahwa ajaran Buddha memberikan kemerdekaan atau kebebasan berpikir.

4. Agama Buddha mengajarkan diri sendiri sebagai pelindung

Buddha bersabda, “Jadikanlah dirimu pelindung bagi dirimu sendiri. Siapa lagi yang menjadi pelindungmu? Bagi orang yang telah berlatih dengan sempurna, maka dia telah mencapai perlindungan terbaik.”

Ini bisa dibandingkan dengan pepatah bahasa Inggris, “God helps those who help themselves” –Tuhan menolong mereka yang menolong dirinya sendiri. Inilah ajaran Buddha yang menyebabkan umat Buddha mencintai kebebasan dan kemerdekaan, dan menentang segala bentuk perbudakan dan penjajahan.

Buddha tidak pernah mengutuk seseorang ke neraka atau pun menjanjikan seseorang ke surga, atau Nibbana; karena semua itu tergantung akibat dari perbuatan tiap-tiap orang, sementara Buddha hanyalah guru atau pemimpin. Seperti tertulis dalam Dhammapada, “Semua Buddha, termasuk Saya, hanyalah penunjuk jalan.” Pilihan untuk mengikuti jalanNya atau tidak, tergantung pada orang yang bersangkutan. Hal ini pula yang membedakan dengan agama lain yang percaya Tuhan bisa menghukum orang ke neraka atau mengirimnya ke surga. Tatkala orang melakukan segala jenis dosa, jika dia memuja, berdoa, dan menghormati Tuhan, maka Tuhan akan menunjukkan cintaNya dan mengampuni orang tersebut. Hal ini membuat orang menjadi terdorong untuk tidak peduli, sebesar apapun dosanya, jika dia memuja Tuhan, dia akan diampuni. Karena ini pulalah, dia akan terbiasa menunggu bantuan orang lain daripada berusaha dengan kemampuan sendiri.

5. Agama Buddha adalah agama tanpa perang

Dari awal perkembangannya sampai sekarang, lebih dari 2500 tahun –agama Buddha tidak pernah menyebabkan peperangan. Bahkan, Buddha sendiri melarang penyebaran ajaranNya melalui senjata dan kekerasan. Di lain pihak, banyak pemimpin agama yang sekaligus juga menjadi raja dari kerajaannya, dan pada saat yang sama menjadi diktator dari agamanya.

6. Agama Buddha adalah agama yang damai dan tanpa monopoli kedudukan

Dalam Dhammapada, Buddha bersabda, “Seseorang yang membuang pikiran untuk menaklukkan orang lain akan merasakan kedamaian.” Pada saat yang sama, Beliau memuji upaya menaklukkan diri sendiri. Beliau berkata, “Seseorang yang menaklukkan ribuan orang dalam perang bukanlah penakluk sejati. Tetapi seseorang yang hanya menaklukkan seorang saja yaitu dirinya sendiri, dialah pemenang tertinggi.”

Di sini, menaklukkan diri sendiri terletak pada bagaimana mengatasi kilesa (kekotoran batin). Andaikan semua orang menjadi umat Buddha, maka diharapkan manusia akan beroleh perdamaian dan kebahagiaan. Buddha mengatakan bahwa semua makhluk harus dianggap sebagai sahabat atau saudara dalam kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Beliau juga mengajarkan semua umat Buddha untuk tidak menjadi musuh orang-orang tak seagama atau pun menganggap mereka sebagai orang yang berdosa. Beliau mengatakan bahwa siapa saja yang hidup dengan benar, tak peduli agama apapun yang dianutnya, mempunyai harapan yang sama untuk beroleh kebahagiaan di kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Sebaliknya, siapapun yang menganut agama Buddha tetapi tidak mempraktikkannya, hanya akan beroleh sedikit harapan akan pembebasan dan kebahagiaan.

Dalam agama Buddha, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Dengan kata lain, setiap orang dapat mencapai Kebuddhaan. Dalam agama lain, tiada siapapun bisa menjadi Tuhan selain Tuhan sendiri, tidak peduli sebaik apapun pengikutnya bertindak. Seseorang takkan pernah mencapai tingkat yang sama dengan Tuhan. Bahkan pemimpin agama pun takkan pernah mencapai ketuhanan.

7. Agama Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat

Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu muncul dari suatu sebab. Tiada suatu apapun yang muncul tanpa alasan.

Kebodohan, ketamakan, keuntungan, kedudukan, pujian, kegembiraan, kerugian, penghinaan, celaan, penderitaan –semua adalah akibat dari keadaan-keadaan yang memiliki sebab.

Akibat-akibat baik muncul dari keadaan-keadaan yang baik, dan akibat buruk muncul dari penyebab-penyebab buruk pula. Kita sendiri yang menyebabkan keberuntungan dan ketidakberuntungan kita sendiri. Tidak ada Tuhan atau siapapun yang dapat melakukannya untuk kita. Oleh karena itu, kita harus mencari keberuntungan kita sendiri, bukan membuang-buang waktu menunggu orang lain melakukannya untuk kita. Jika seseorang mengharapkan kebaikan, maka dia hanya akan berbuat kebaikan dan berusaha menghindari pikiran dan perbuatan jahat.

Prinsip-prinsip sebab dan akibat; suatu kondisi yang pada mulanya sebagai akibat akan menjadi sebab dari kondisi yang lain, dan seterusnya seperti mata rantai. Prinsip ini sejalan dengan pengetahuan modern yang membuat agama Buddha tidak ketinggalan jaman daripada agama-agama lain di dunia.

Pengertian SILA

1. Sila adalah etika atau moral yang dilakukan berdasarkan cetana atau kehendak. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ETHOS yang artinya kebiasaan atau adat.
2. Oleh karena itu etika sering dijelaskan sebagai moral. Dalam pandangan Buddhis sila memiliki banyak arti antara lain: norma (kaidah), peraturan, perintah, sikap, keadaan, perilaku, sopan santun, dan sebagainya
3. Sila pertama kali diajarkan Buddha kepada lima orang pertapa ketika menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa Isipatana.
4. Dalam khotbah tersebut dijelaskan tentang jalan menuju lenyapnya dukkha yang dinamakan jalan tengah.
5. Dalam jalan tengah sila memiliki kelompok Ucapan benar, Perbuatan benar dan Mata Pencaharian benar. Sila merupakan dasar yang paling utama dalam pengamalan kehidupan beragama.
6. Dengan memiliki agama merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mencapai kehidupan yang luhur. Hal tersebut disampaikan dalam Kitab Samyutta Nikaya V, 143, antara lain : “ Apakah permulaan dari batin yang luhur ? Sila yang sempurna “

B. CIRI, FUNGSI, WUJUD DAN SEBAB TERDEKAT DARI SILA
1. Ciri Sila (Lakkhana) adalah ketertiban dan ketenangan
2. Fungsi (rasa) adalah untuk menhancurkan yang salah (dussiliya) dan menjaga agar orang tetap tidak bersalah (ancajja)
3. Wujud sila (paccupatthana) adalah kesucian (soceyya)
4. Sebab terdekat adalah Hiri dan Ottapa, hiri adalah perasaan malu untuk berbuat jahat atau kesalahan, ottapa ada perasaan takut akan akibat dari perbuatan jahat. Hiri dan Ottapa disebut Lokapaladhamma atau pelindung dunia.

C. PEMBAGIAN SILA
1. Sila menurut jenisnya terdiri dari 2 macam, yaitu :
a. Pakati Sila artinya sila alamiah(sila yang tidak dibuat oleh manusia). Contohnya hukum tertib kosmis (utu, bija, kamma, dhamma, citta niyama)
b. Pannati Sila adalah sila yang dibuat oleh manusia berdasarkan kesepakatan atas dasa tujuan tertentu. Contoh : peraturan kebhikkhuan, adat istiadat, peraturan Negara, dan lain-lain

2. Sila menurut pelaksanaannya terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Sikkhapada sila yaitu melakukan latihan pengendalian diri
b. Carita sila yaitu sila dalam aspek positif (mengembangkan 10 perbuatan baik)
c. Varita sila yaitu sila dalam aspek negatif (10 karma buruk)

3. Sila menurut jumlah latihannya terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Cula Sila adalah cara pengendalian diri dari segala perbuatan dan ucapan yang tidak baik. Disebut Cula Sila karena jumlah sila tersebut paling sedikit yaitu lima sila yang dilaksanakan oleh umat biasa atau upasaka dan upasika.
b. Majjhima Sila adalah sila yang sedang dalam jumlah peraturun. Sila ini terdiri dari sepuluh latihan (Dasasila) dilaksanakan oleh samanera.
c. Maha Sila adalah sila yang banyak/berat dalam jumlah peraturan. Sila ini disebut Patimokkhasila dilaksanakan oleh para bhikkhu berjumlah 227 latihan dan bhikkhuni berjumlah 311 latihan.

4. Sila menurut jenis orang yang melaksanakan terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Sila upasaka-upasika adalah pancasila Buddhis. Bila kelima sila ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka akan memiliki 5 macam kekayaan, al:
• Keyakinan terhadap Triratna dan diri sendiri
• Kemurnian sila dan pelaksanaannya
• Keyakinan terhadap hukum karma
• Mencari kebaikan di dalam dhamma
• Berbuat baik sesuai dengan dhamma

b. Sila bagi Samanera-samaneri adalah majjhima sila (sila menengah). Untuk aliran Theravada melaksanakan 10 sila dan 75 sekhiya. Untuk aliran Mahayana melaksanakan 10 sila dan 100 siksakaranya.

c. Sila para bhikkhu dan bhikkhuni disebut patimokkhasila atau panita sila (sila yang tinggi). Sila bagi bhikkhu Theravada berjumlah 227 sila, bhikkhuni 311 sila. Khusus sila bagi para bhikkhuni Theravada telah dihapuskan sejak tahun 1257 m karena dalam aliran Theravada tidak ada lagi sangha bhikkhuni. Sila bagi bhikkhu Mahayana berjumlah 250 sila dan bhikkhuni 348 sila.


PANCASILA


1. Pancasila adalah lima latihan kemoralan yang wajib dilaksanakan oleh kita (umat Buddha) semua dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila (Lima latihan kemoralan) terdiri dari :
a. Panatipata Veramani artinya melatih untuk menghindari membunuh
b. Adinnadana Veramani artinya melatih untuk menghindari mengambil barang yang tidak diberikan (mencuri)
c. Kamesumicchacara Veramani artinya melatih diri untuk menghindari berbuat asusila (berhubungan kelamin yang bukan sebagai suami/istri)
d. Musavada Veramani artinya melatih untuk menghindari berkata kasar/berbohong/ memfitnah/omong kosong.
e. Suramerayamajjapamadatthana Veramani artinya melatih untuk menghindari mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

2. Syarat terjadinya pelanggaran lima sila:
a. Syarat terjadinya pembunuhan adalah : adanya makhluk hidup, tahu bahwa makhluk itu hidup, ada niat/kehendak untuk membunuh, ada usaha untuk membunuh, makhluk tersebut mati/lenyap.
b. Syarat terjadinya terjadinya pencurian adalah : adanya barang, tahu bahwa barang itu, milik orang lain, ada niat/ kehendak untuk mengambil, ada usaha, barang tersebut berpindah tempat.
c. Syarat terjadinya perbuatan asusila adalah : ada obyek, ada niat untuk melakukan, ada usaha melakukan, berhasil melakukan.
d. Syarat terjadinya berkata kasar/berbohong/ memfitnah/omong kosong adalah : ada hal yang tida benar, ada niat untuk menyampaikan, ada usaha, ada orang lain yang percaya.
e. Syarat terjadinya karena minuman keras, adalah: adanya barang yang memabukan, mempunyai niat untuk meminum, melakukan usaha untuk minum, terjadi mabuk

3. Akibat Pelanggaran Pancasila
a. Akibat buruk dari membunuh yaitu: umur pendek, sering sakit-sakitan, selalu bersedih karena berpisah dengan yang dicintai, selalu ketakutan
b. Akibat buruk dari mencuri yaitu: kemiskinan, penderitaan, kekecewaan, hidup tergantung pada pihak lain
c. Akibat berbuat asusila yaitu: mempunyai banyak musuh, mendapat suami atu istri yang tidak diinginkan, lahir dengan keadaan biologis yang tidak sempurna
d. Akibat ucapan tidak benar:
• Berbohong yaitu: menjadi sasaran fitnah dan cacimakian, tidak dipercaya,mulut berbau
• Akibat memfitnah: pecahnya persahabatan tanpa sebab
• Akibat berkata kasar: dibenci pihak lain walaupun tidak mutlak salah, memiliki suara parau
• Akibat bergunjing adaah: cacat aat tubuh, sering bicara tidak masuk akal sehingga orang lain tidak percaya
e. Akibat Minum-minuman yang memabukkan Akibat dibicarakan banyak orang, kecerdasan menurun, tergantung pada orang lain
pelanggaran sila ke 5 akan mengakibat melanggar 4 sila lainnya


C. MANFAAT PELAKSANAAN SILA

1. Manfaat sila bagi perumah tangga sesuai dengan Kitab Maha Parinibbana Sutta adalah :
• Penyebab seseorang memiliki banyak harta kekayaan
• Nama dan kemasyurannya akan bertambah luas
• Menghadiri pertemuan tanpa ketakutan dan keragu-raguan
• Sewaktu akan meninggal hatinya tenang
• Penyebab terlahir di alam surga
2. Tujuan tertinggi melaksanakan sila adalah untuk mencapai Nibbana. Nibbana tidak sama dengan surga. Bedanya: Surga adalah tempat berdiamnya makhluk yang menerima akibat perbuatan baiknya.
3. Nibbana adalah keadaan dimana semua makhluk terbebas dari tanha dan kilesa.
4. Hubungan dhamma dan vinaya sangat erat karena, mengajar dhamma tanpa vinaya sama artinya mengajarkan jalan tanpa menunjukkan bagaimana cara memulai dan menempuhnya.

5. Pahala melaksanakan sila :
• Bebas dari penyesalan
• Bebas dari penyesalan menimbulkan kebahagiaan
• Kegembiraan dapat menimbulkan kegiuran (piti)
• Kegiuran dapat menimbulkan ketenangan (passadi)
• Ketenangan akan menimbulkan pemusatan pikiran (ekaggata)
• Pemusatan akan menimbulkan pengetahuan mengenai kesunyataan (anulomanana)
• Pengetahuan mengenai kesunyataan akan mendorong untuk mencari kebenaran (muncitukannyata nana)
• Usaha untuk mencari kebebasan akan mendapatkan pengetahuan tentang kebebasan (nibbana nana)
• Pengetahuan tentang kebebasan akan membawa orang kepada kebebasan (nibbana).



S I L A BUDHHIST

1. Pengertian Sila

1) Kehendak atau sikap batin yang tercetus sebagai ucapan benar dan perbuatan benar.
2) Cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik atau merupakan usaha untuk membebaskan diri dari Lobha, Dosa, dan Moha.

2. Sila dalam Kitab Suci Tipitaka
Kitab Suci Tipitaka berisi ajaran Sang Buddha, yaitu tentang Sila, Samadhi, dan Pabba. Banyak sekali Sutta yang menegaskan tentang hal tersebut, di antaranya :
1) Dhammacakkappavattana Sutta 6) Sonadanda Sutta
2) Cullavedala Sutta 7) Rathavinita Sutta
3) Brahmajala Sutta 8) Vyagghapajja Sutta
4) Samannaphala Sutta 9) Sigalovada Sutta
5) Ambattha Sutta 10) Mangala Sutta, dan masih banyak lagi.

3. Ciri, fungsi, wujud, dan sebab-sebab terdekat yang menimbulkan Sila

1) Ciri (Lakkhana) dari Sila adalah ketertiban dan ketenangan.
2) Fungsi (Rasa) dari Sila adalah :
- Pertama, menghancurkan kelakuan yang salah (Dussiliya)
- Kedua, menjaga seseorang agar tetap tidak bersalah (Anavajja)
Atau secara ringkasnya :
- Menghancurkan kejahatan
- Memperbaiki perbuatan-perbuatan salah
- Menjaga, atau memelihara, atau mempertahankan perbuatan baik
3) Wujud (Paccupatthana) dari Sila adalah kesucian (Soceyya).
4) Sebab terdekat yang menimbulkan (Padatthana) Sila atau hal-hal yang langsung dapat membantu terwujudnya Sila adalah Hiri dan Ottappa.
Hiri dan Ottappa adalah Dhamma pelindung dunia (Lokapaladhamma).

4. Pelaksanaan Sila

1) Dengan pengendalian diri (Samvara)
- Patimokkha Samvara
- Sati Samvara
- Bana Samvara
- Khanti Samvara
- Viriya Samvara
Sedangkan cara untuk mengendalikan diri dari segala pikiran, ucapan, dan perbuat-an yang tidak baik dapat juga digolongkan dalam tiga cara, yaitu :
- Sikkhapada : melaksanakan latihan-latihan pengendalian diri
- Carita Sila : melaksanakan hal-hal yang baik
- Varitta Sila : menghindari hal-hal yang tidak baik
2) Dengan pantangan (Viratti)
- Sampatti Viratti : pantangan seketika
- Samadana Viratti : pantangan karena janji
- Samuccheda Viratti : pantangan mutlak

5. Ciri orang yang melaksanakan Sila

1) Sikap dan tingkah lakunya sopan
2) Bisa melihat ke dalam diri sendiri, apakah diri sendiri ini berhasil atau tidak dalam menjalankan atau melatih Sila

6. Pembagian Sila

1) Menurut jenis
- Pabbati Sila
Melatih mengendalikan diri dengan jalan mentaati atau patuh terhadap peraturan-peraturan dari luar, misalnya undang-undang, dan sebagainya

- Pakati Sila
Sila yang alamiah, yaitu cara pengendalian diri yang dipakai untuk membersihkan batin, seperti Sila dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Atau, Sila yang selalu dilaksanakan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan (alamiah)
2) Menurut besar – kecil tujuan atau maknanya
- Hina Sila : dilaksanakan dengan mengharapkan pengikut atau kedudukan
- Majjhima Sila : dilaksanakan dengan mendambakan jasa kebajikan
- Panita Sila : dilaksanakan dengan pengertian bahwa ini adalah suatu hal yang
benar-benar patut dilaksanakan
3) Menurut penggolongan umat Buddha
- Bhikkhu Sila
- Bhikkhuni Sila
- Anupasampanna Sila
- Gahattha Sila

7. Uraian Panca Sila

A. Sila Pertama ; menahan diri dari membunuh makhluk hidup

a. Ada lima faktor untuk dapat disebut membunuh
1) Ada makhluk hidup
2) Mengetahui bahwa makhluk itu masih hidup
3) Berpikir untuk membunuhnya
4) Berusaha untuk membunuhnya
5) Makhluk itu mati sebagai akibat dari usaha tersebut

b. Obyek dari pelanggaran Sila Pertama
1) Manusia
2) Binatang
- Binatang berguna
- Binatang tak berguna
* Yang merugikan
* Yang tak merugikan

c. Maksud (motif) dari pelanggaran Sila Pertama
1) Direncanakan (sengaja)
2) Tak dikehendaki
- Dorongan sesaat (mendadak)
- Mempertahankan diri
- Kecelakaan

d. Usaha dari pelanggaran Sila Pertama
1) Dikerjakan langsung
2) Dengan tak langsung

e. Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Pertama yang harus juga kita hindari
1) Membunuh manusia dan hewan
2) Menyiksa manusia dan hewan
3) Menyakiti jasmani manusia dan hewan

f. Akibat dari melanggar Sila Pertama
1) Lahir kembali dalam keadaan cacat
2) Mempunyai wajah yang buruk
3) Mempunyai perawakan yang jelek
4) Berbadan lemah, berpenyakitan
5) Tidak begitu cerdas
6) Selalu khawatir/cemas, takut
7) Dimusuhi dan dibenci banyak orang, tidak mempunyai pengikut
8) Terpisahkan dari orang yang dicintai
9) Berusia pendek
10) Mati dibunuh orang lain

B. Sila Kedua : menahan diri dari mengambil sesuatu yang tidak diberikan

a. Ada lima faktor untuk dapat disebut mencuri
1) Ada sesuatu / barang / benda milik pihak lain
2) Mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya
3) Berpikir untuk mencurinya
4) Berusaha untuk mencurinya
5) Berhasil mengambil barang itu melalui usaha tersebut

b. Usaha dari pelanggaran Sila Kedua
1) Pencurian secara langsung
- Mencuri - Pemalsuan
- Merampas - Berbohong (memungkiri harta benda yang dititipkan)
- Memeras - Mencopet
- Merampok - Menukar barang
- Gugatan palsu - Menyelundup dan menghindari pajak
- Penipuan - Penggelapan
2) Pencurian tak langsung
- Berlaku sebagai kaki tangan (tukang tadah)
- Merayu untuk menipu
- Menerima suapan (pungli)

c. Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kedua yang harus juga kita hindari
1) Penghacuran barang orang lain dengan sengaja untuk balas dendam
2) Mempergunakan barang dengan sewenang-wenang

d. Akibat dari melanggar Sila Kedua
1) Tidak begitu mempunyai harta benda dan kekayaan
2) Terlahirkan dalam keadaan melarat atau miskin
3) Menderita kelaparan
4) Tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan dan didambakan
5) Menderita kebangkrutan atau kerugian dalam usaha dagang
6) Sering ditipu atau diperdayai
7) Mengalami kehancuran karena bencana atau malapetaka

e. Kebahagiaan yang dimiliki oleh orang yang mencari nafkah secara benar
1) Rasa bangga memiliki barang (harta) secara sah
2) Bebas dari beban yang membuat ia harus hidup bersembunyi
3) Sewaktu mempergunakan hartanya itu ia tidak tertekan batinnya
4) Hal itu memperkuatnya untuk tidak jatuh ke dalam cara-cara hidup yang jahat lainnya.

C. Sila Ketiga : menahan diri dari pemuasan nafsu seks dengan cara yang salah

a. Ada empat faktor untuk dapat disebut berzinah
1) Ada obyek yang tidak patut digauli
2) Mempunyai pikiran untuk menyetubuhi obyek tersebut
3) Berusaha menyetubuhi
4) Berhasil menyetubuhi, dalam arti berhasil memasukkan alat kemaluannya ke dalam salah satu dari tiga lubang (mulut, anus, atau liang peranakan) walau-pun hanya sedalam biji wijen

b. Obyek dari pelanggaran Sila Ketiga
1) Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh laki-laki
- Wanita yang telah menikah
- Wanita yang masih di bawah pengawasan atau asuhan keluarga
- Wanita yang menurut kebiasaan (adat istiadat) dilarang, yaitu :
* Mereka dilarang karena tradisi keluarga, masih dalam satu garis keturun-an yang dekat
* Mereka dilarang karena tradisi (peraturan) agama. Dalam tradisi Therava-da disebutkan : Upasika Atthasila, bhikkhuni di jaman dulu
* Mereka dilarang karena hukum negara pada jaman dulu, misalnya selir raja
2) Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh wanita
- Laki-laki yang telah menikah
- Laki-laki yang berada di bawah peraturan agama, misalnya bhikkhu, sama-nera

c. Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Ketiga yang harus juga ki-ta hindari
1) Berzinah (melakukan hubungan kelamin bukan dengan suami/isterinya)
2) Berciuman dengan lain jenis kelamin yang disertai nafsu berahi
3) Menyenggol, mencolek, dan sejenisnya yang disertai dengan nafsu berahi

d. Akibat dari melanggar Sila Ketiga
1) Mempunyai banyak musuh
2) Dibenci banyak orang
3) Sering diancam dan dicelakai
4) Terlahirkan sebagai banci/waria atau wanita
5) Mempunyai kelainan jiwa
6) Diperkosa orang lain
7) Sering mendapat aib/malu
8) Tidur maupun bangun dalam keadaan gelisah
9) Tidak begitu disenangi oleh laki-laki maupun perempuan
10) Gagal dalam bercinta
11) Sukar mendapat jodoh
12) Tidak memperoleh kebahagiaan dalam hidup berumah-tangga
13) Terpisahkan dari orang yang dicintai

D. Sila Keempat : menahan diri dari berkata yang tidak benar

a. Ada empat faktor untuk dapat disebut berdusta
1) Ada sesuatu hal yang tidak benar
2) Mempunyai pikiran untuk berdusta
3) Berusaha berdusta
4) Pihak lain mempercayainya

b. Usaha dari pelanggaran Sila Keempat
1) Kebohongan langsung
- Bohong terang-terangan
* Menghasut
* Menipu/memperdayai
* Menjilat
* Pembatalan
- Pelanggaran sumpah/ikrar
- Muslihat/tipu daya
- Munafik, perbuatan pura-pura
- Permainan kata-kata secara licin
- Melebih-lebihkan
- Menyembunyikan/mengurangi
2) Kebohongan tak langsung
- Kata-kata melukai
* Sarkasme (pujian tajam)
* Penghinaan (merendahkan)
- Kebohongan tak terpikir
- Sindiran untuk menimbulkan perselisihan
3) Melanggar janji
- Perjanjian antara dua pihak
- Perjanjian satu pihak
- Pembatalan kata-kata

c. Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Keempat yang harus juga kita hindari
1) Euphemisme (basa-basi)
2) Cerita (perumpamaan atau kiasan)
3) Salah pengertian
4) Salah ucapan
d. Akibat dari melanggar Sila Keempat
1) Bicaranya tidak jelas
2) Giginya jelek dan tidak rata/rapi
3) Mulutnya berbau busuk
4) Perawakannya tidak normal, terlalu gemuk atau kurus, terlalu tinggi atau pen-dek
5) Sorot matanya tidak wajar
6) Perkataannya tidak dipercayai walaupun oleh orang-orang terdekat atau ba-wahannya

E. Sila Kelima : menahan diri dari menggunakan makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan

a. Ada empat faktor untuk dapat disebut mabuk-mabukan
1) Ada sesuatu yang merupakan Sura, Meraya, atau Majja; yaitu sesuatu yang membuat nekat, mabuk, tak sadarkan diri, yang menjadi dasar dari kelengahan dan kecerobohan
2) Mempunyai keinginan untuk menggunakannya
3) Menggunakannya
4) Timbul gejala mabuk atau sudah menggunakannya (meminumnya) hingga ma-suk melalui tenggorokan

b. Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Kelima
1) Segala jenis minuman/makanan yang memabukkan
2) Barang yang bila digunakan/dimasukkan di dalam tubuh bisa membuat kita ti-dak sadar dan ketagihan

c. Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kelima yang harus juga kita hindari
- Makan/minum sampai terlalu kenyang (kekenyangan) sehingga bisa mengaki-batkan muntah-muntah

d. Keburukan-keburukan dari makanan/minuman yang memabukkan
1) Pemborosan uang karena keinginan yang tak terkendali
2) Menjadi sebab untuk timbulnya pertengkaran dan perkelahian
3) Menjadi sebab untuk timbulnya penyakit, bukan sebagai penawar
4) Sebab utama dari timbulnya noda nama baik keluarga
5) Hilangnya pengendalian diri
6) Menimbulkan gangguan pada fungsi otak

e. Akibat dari melanggar Sila Kelima (melakukan pemabukan)
1) Dalam Avguttara Nikaya, Sutta Pitaka, Sang Buddha Gotama menekankan be-tapa besar akibat negatif yang ditimbulkan dari pemabukan:”Duhai para bhik-khu, peminum minuman keras secara berlebihan dan terus menerus niscaya dapat menyeret seseorang dalam alam neraka, alam binatang, alam iblis. Aki-bat paling ringan yang ditanggung oleh mereka – yang karena kebajikan lain, terlahirkan sebagai manusia – ialah menjadi orang gila/sinting”.
2) Dalam bagian lain Beliau juga mengatakan:”Ada tiga macam hal, duhai para bhikkhu, yang apabila dilakukan tidak pernah dapat membuat kenyang. Apa-kah tiga macam hal itu? Tiga macam hal itu ialah bertiduran, bermabuk-ma-bukan, dan bersetubuhan”.
3) Terlahirkan kembali sebagai orang gila; tingkat kesadaran/kewaspadaannya rendah; tidak memiliki kecerdasan; tidak mempunyai banyak pengetahuan; bersifat ceroboh; pikun; pemalas; sulit mencari pekerjaan; sukar memperoleh kepercayaan orang lain.

8. Uraian Panca Dhamma

Kalau Panca Sila bersifat negatif, maka Panca Dhamma (Lima Sifat Mulia) adalah ber-sifat positif, karena itu disebut pula sebagai Kalyana Dhamma, yaitu yang akan memu-liakan (mendukung) mereka yang mempraktekkan Sila. Panca Dhamma ini ada lima, yang masing-masing berhubungan secara berpasangan dengan Sila-Sila yang terda-pat di dalam Panca Sila.
1) Metta Karuna (cinta kasih dan belas kasihan)
2) Samma Ajiva (berpikiran untuk bermatapencaharian benar)
3) Santutthi (puas dalam hal nafsu berahi)
- Sadarasantutthi (seorang laki-laki puas hanya dengan satu isteri)
- Pativatti (seorang isteri setia hanya kepada satu suami)
4) Sacca (kejujuran/kebenaran)
5) Sati-sampajabba (ingat dan waspada)
- Waspada dalam makanan
- Waspada dalam pekerjaan
- Waspada dalam kelakuan seseorang
- Waspada dalam hakekat hidup

9. Pahala dari Sila

1) Secara umum
- Dapat melaksanakan Sila dengan baik, maka akan bebas dari penyesalan (kare-na bisa menjaga Sila dengan baik)
- Bebas dari penyesalan menimbulkan kegembiraan
- Kegembiraan dapat menimbulkan kegiuran (Piti)
- Kegiuran dapat menimbulkan ketenangan (Passadi)
- Ketenangan dapat menimbulkan kebahagiaan (Sukha)
- Kebahagiaan dapat menimbulkan pemusatan pikiran (Ekaggata)
- Pemusatan pikiran akan menimbulkan ‘pengetahuan mengenai kebenaran mu-tlak’ (Anuloma-bana)
- Pengetahuan mengenai kebenaran mutlak akan mendorong untuk ‘mencari kebe-basan’ (Muncitukamyata-bana)
- Usaha dalam mencari pembebasan akan mendapatkan ‘pengetahuan tentang ke-bebasan’ (Nibbana-bana)
- Pengetahuan tentang kebebasan akan membawa orang ke dalam ‘kebebasan’ (Nibbana)
2) Avguttara Nikaya IV (halaman 99)
Sang Buddha bersabda kepada Ananda sebagai berikut:”Ananda, Sila memiliki tia-da penyesalan sebagai tujuan dan buahnya”.
3) Mahaparinibbana Sutta
Sang Buddha berkata kepada Upasaka-Upasika tentang pahala dari Sila sebagai berikut:
- “Sila menyebabkan seseorang memiliki harta kekayaan yang banyak
- Nama dan kemashurannya akan tersebar luas
- Dia dapat menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan ka-rena dia menyadari bahwa dia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak
- Sewaktu meninggal batinnya tentram, dan
- Akan terlahir dalam suatu tempat yang membawa kebahagiaan”.
4) Digha Nikaya II (halaman 69 – 70)
Sang Buddha bersabda kepada para bhikkhu sebagai berikut:”Jika seorang bhikkhu ingin dicintai dan dihormati oleh sesama bhikkhu, maka dia harus menjalankan Sila”.
Kutipan-kutipan tersebut di atas merupakan sebagian kecil tentang pahala dari Sila yang dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri.
Sila adalah dasar dari penghidupan yang benar dari perumahtangga untuk mencapai kehidupan surga. Namun, tujuan tertinggi pelaksanaan Sila adalah perealisasian Nib-bana. Oleh sebab itu, ciri-ciri Sila adalah juga merupakan ‘jalan’ untuk merealisasi Nib-bana.

10. Tambahan penjelasan
A. Atthavga Sila (delapan macam peraturan / tata susila)
1) Panatipata vermani
Menghindari membunuh makhluk hidup apapun juga
2) Adinnadana veramani
Menghindari mengambil barang/sesuatu yang tidak diberikan
3) Abrahmacariya veramani
Menghindari melakukan hubungan kelamin
4) Musavada veramani
Menghindari mengucapkan kata-kata yang tidak benar
5) Surameraya-majjapamadatthana veramani
Menghindari menggunakan segala minuman/makanan yang dapat menyebabkan ketagihan dan lemahnya kewaspadaan
6) Vikalabhojana veramani
Menghindari makan pada waktu yang tidak tepat, yaitu lewat tengah hari
7) Naccagitavadita-visukadassana-malagandhavilepana-dharanamandana-vibhusa-natthana veramani
Menghindari menari, menyanyi, bermain musik, pergi melihat pertunjukkan/per-mainan; tidak memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik, atau perhias-an lain yang tujuannya untuk menghias atau mempercantik diri
8) Uccasayana-mahasayana veramani
Menghindari menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi, besar, dan mewah

B. Dasa Sila (sepuluh macam peraturan / tata susila)
1) sampai dengan 6) sama dengan Atthavga Sila
7) Naccagitavadita-visukadassana veramani
Menghindari menari, menyanyi, bermain musik, dan melihat pertunjukan
8) Malagandhavilepana-dharanamandana-vibhusanatthana veramani
Menghindari memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik, atau perhias-an bersolek lainnya
9) Uccasayana-mahasayana veramani
Menghindari menggunakan tempat duduk dan tempat tidur yang tinggi, besar, dan mewah
10) Jataruparajata-patiggahana veramani
Menghindari menerima emas dan perak (yang juga berarti ‘uang’)