Kemajuan
jaman ibarat pisau bermata ganda. Di satu sisi ia memberikan kemudahan
hidup bagi masyarakat yang telah siap sehingga dapat memanfaatkannya.
Di sisi yang lain sesungguhnya ia pun dapat memberikan akibat negatif
untuk mereka yang belum siap mental menghadapi perubahan lingkungan yang
sedemikian cepat. Ada tuntutan-tuntutan jaman dan konflik-konflik yang
harus dihadapi seseorang untuk memenuhi tuntutan jaman itu akhirnya
dapat menjerumuskan orang yang lemah pengertian batinnya pada kondisi
stress.
Hakekat dari pengertian batin sebagai bekal yang paling pokok dalam menghadapi dampak negatif kemajuan jaman ini adalah memiliki kemampuan melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup tidak kekal dan hanyalah proses belaka.
Pengertian ini biasanya telah dimengerti oleh hampir setiap orang
secara teoritis tetapi pada kenyataannya orang jarang siap mental bila
menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dalam
usaha menyesuaikan antara pengertian batin (baca: teori) yang dimiliki
dengan penerapannya pada kehidupan yang sesungguhnya inilah peranan
Agama Buddha diperlukan. Agama Buddha adalah gabungan antara tradisi
penghormatan kepada Sang Guru Agung, Buddha Gotama, dengan Ajaran Luhur
Sang Buddha yang berisikan kiat-kiat untuk menghadapi kenyataan hidup
yang kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan tujuan Agama
Buddha secara umum adalah agar orang yang mengikuti dan melaksanakan
Ajarannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi, surgawi dan sebagai
tujuan tertinggi adalah tercapai kebebasan mutlak yaitu Nibbana
(=Nirwana) sebagai Tuhan Yang Mahaesa dalam pengertian Agama Buddha.
PEMBAHASAN
Pengertian
batin untuk melihat hidup sebagaimana adanya ternyata lebih mudah
diucapkan dan dinasehatkan kepada orang lain daripada untuk membantu
diri kita sendiri dalam mengatasi kenyataan hidup yang kadang tidak
sesuai dengan harapan. Bila menjumpai orang lain yang sedang menderita,
kita akan lebih mudah menjadi penasehat yang tampaknya amat bijaksana
untuk membantu orang tersebut agar mampu menerima kepahitan hidup.
Sebaliknya, bila tiba giliran kita yang menerima penderitaan akibat
perubahan yang tidak diinginkan, kadang nasehat tulus dari seorang kawan
dapat dianggap sebagai pelecehan atas kondisi yang sedang kita alami.
Untuk
mengubah pengertian benar yang masih teoritis menjadi praktis itulah
Sang Buddha dalam berbagai kesempatan sepanjang hidup Beliau telah
menjelaskannya kepada para umatNya tentang tahapan-tahapan yang harus
dilakukan. Bila tahapan ini diikuti sungguh-sungguh maka hasil nyata
yang dapat dialami sebagai awal pencapaian adalah hidup bahagia dan
bebas dari stress. Kebahagiaan awal ini kemudian dapat dilanjutkan untuk
dapat mencapai bentuk-bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi sehingga
akhirnya tercapailah kebahagiaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Mahaesa
(=Nibbana/Nirwana).
Secara ringkas, tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
TAHAP PERTAMA :
SUMBER STRESS ADALAH KEINGINAN
SUMBER STRESS ADALAH KEINGINAN
Manusia
hidup pasti tidak akan pernah terlepas dari keinginan. Memiliki
keinginan adalah wajar sejauh kita tidak menjadi budak keinginan kita
sendiri. Oleh karena itu, keinginan dapat menjadi salah satu sumber
stress. Stress dapat timbul bila orang bersikap terlalu kaku pada
keinginannya sendiri tanpa memiliki kesadaran bahwa kadang orang harus
menyesuaikan diri antara keinginan dengan kenyataan yang dihadapi.
Dengan kata lain, orang sering tidak siap dan tidak berkeinginan
menghadapi perubahan. Padahal, setiap saat dan di setiap tempat ada
kemungkinan orang akan mengalami perubahan. Perubahan dalam hidup ini
dapat merupakan perubahan ke arah yang menggembirakan ataupun
sebaliknya. Menghadapi perubahan yang menggembirakan, orang tidak akan
mempermasalahkan seperti bila sedang menghadapai perubahan yang tidak
menyenangkan. Dalam masalah ini, perubahan yang dimaksud adalah
perubahan yang membuat orang tidak bahagia karena tidak sesuai dengan
keinginannya. Perubahan dapat dirasakan mengarah pada hal yang tidak
membahagiakan karena disebabkan oleh niat orang untuk tidak ingin
berkumpul dengan yang tidak disenangi dan berpisah dengan yang dicinta.
Perubahan ini terjadi dalam bentuk yang seluas-luasnya, misalnya dalam
hubungan dengan sesama manusia, dengan benda maupun dengan suasana
serta masih banyak yang lainnya. Stress muncul karena orang tidak ingin
melihat perubahan ke arah yang tidak menggembirakan itu terwujud
sebagai kenyataan. Orang bahkan ingin memaksakan kenyataan seperti
keinginannya. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dapat terjadi.
Pada dasarnya terdapat dua macam keinginan yang dominan dalam kehidupan ini yaitu ingin selalu bersama dengan hal-hal atau kondisi yang menyenangkan dan yang lainnya adalah ingin tidak pernah menjumpai
hal-hal atau kondisi yang tidak menyenangkan. Tentu saja bila kedua
macam keinginan ini dapat terpenuhi maka bahagialah kehidupan orang
tersebut. Namun, karena hidup selalu berubah maka orang kadang, kalau
tidak dapat dibilang sering, mengalami kekecewaan. Bila kekecewaan ini
bertambah banyak kuantitas maupun kualitasnya maka stress dan
akibat-akibat negatif lainnya akan muncul.
Dewasa
ini masalah stress dan akibatnya serta juga cara-cara menanggulanginya
telah ramai dibicarakan di seluruh dunia. Banyak ahli menuliskan
pendapatnya tentang stress. Salah satu diantaranya adalah Peter G.
Hanson. Menurut hasil penelitian Hanson, beberapa di antara sumber
stress dalam masyarakat adalah terutama karena memiliki kondisi yang
tidak seimbang pada bidang-bidang keuangan, pribadi, kesehatan dan
pekerjaan. Hanson mengartikankeuangan sebagai kondisi
memiliki ketrampilan kerja yang dapat dijual, memiliki cukup uang untuk
mencapai tujuan, dan jaminan keuangan jika nanti terserang penyakit,
resesi, atau kehilangan pekerjaan. Pribadi adalah berarti memiliki teman sejati (tidak perlu banyak) dan keluarga, misalnya perkawinan atau hal yang serupa. Kesehatan yang dimaksudkan adalah kesehatan lahir batin yang dinyatakan oleh dokter dan bukan pendapat pribadi. Sedangkanpekerjaan
berarti adalah tampil efisien dengan integritas dan mendapatkan rasa
hormat dari lingkungan, dalam hal ini apabila sebagai seorang pelajar
berarti segi pendidikan.
Bila
orang mengalami perubahan atau kegagalan pada salah satu atau lebih
dari keempat hal di atas maka ia memiliki potensi untuk mengalami
stress, kecuali bila pengertian batinnya telah matang.
TAHAP KEDUA :
KEINGINAN DAPAT DIKENDALIKAN
KEINGINAN DAPAT DIKENDALIKAN
Apabila
sumber stress diketahui maka sesungguhnya jalan untuk mengatasinya
telah terjawab setengahnya. Telah disadari bahwa keinginan yang tidak
fleksibel justru akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang stress.
Semakin kukuh keinginan seseorang, semakin besar pula kemungkinan stress
yang akan dihadapinya. Untuk itulah, orang perlu memiliki wawasan
berfikir bahwa dalam hidup ini sering keinginan tidak dapat menjadi
kenyataan sedangkan kenyataan tidak jarang amat berbeda dari keinginan
yang dimiliki. Wawasan ini berguna untuk melunakkan keinginan sehingga
akhirnya dapat diubah dan disesuaikan dengan kenyataan. Bila keinginan
telah sesuai dengan kenyataan maka stress pun akan dapat dihalau
jauh-jauh dari hidup ini.
TAHAP KETIGA :
CARA MENGENDALIKAN KEINGINAN
CARA MENGENDALIKAN KEINGINAN
Untuk
mengendalikan keinginan agar stress dapat diusir dari kehidupan ini,
ada beberapa langkah dalam Agama Buddha yang harus ditempuh, yaitu:
a. Kerelaan
Dalam
Agama Buddha, kerelaan atau keikhlasan meliputi dua macam yaitu
kerelaan materi dan non-materi. Kerelaan materi akan lebih mudah
dilakukan karena lebih kelihatan secara indriawi. Kerelaan materi juga
menjadi awal untuk mencapai tahap yang lebih tinggi lagi. Kerelaan
materi dapat berbentuk bantuan sandang, pangan, papan, obat-obatan
maupun keuangan.
Kerelaan
non-materi atau kerelaan batin agak lebih sulit dilakukan. Kerelaan
non-materi dapat dikatakan sebagai bentuk kerelaan yang lebih tinggi
daripada kerelaan materi. Kerelaan ini membutuhkan sikap mental untuk
tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki sikap mental mengharapkan
semoga semua makhluk hidup berbahagia. Memperhatikan sekeliling dan siap
membantu mereka dengan tenaga, ucapan maupun pikiran yang dimiliki.
Beberapa bentuk kerelaan non-materi adalah nasehat, pengendalian diri
dan peka pada kondisi lingkungan.
Melaksanakan
kedua bentuk kerelaan di atas secara bersama-sama akan menumbuhkan
kebahagiaan dalam hati si pelaku. Perasaan menjadi lebih ringan dan
bahagia karena mempunyai ingatan bahwa dirinya telah mampu mengisi
kehidupan ini dengan sesuatu yang berguna yaitu 'melakukan perbuatan
baik' kepada fihak lain secara aktif. Kebahagiaan yang muncul karena
orang telah mampu mengatasi dirinya ataupun keinginannya sendiri untuk
mengembangkan rasa kebersamaan di jaman orang tidak lagi terlalu
memperhatikan lingkungannya. Perasaan ini akan menambah semangat hidup
dan ketenangan batin serta dapat membebaskan diri dari stress.
b. Kemoralan
Kemoralan
adalah usaha mencegah berkembangnya bahkan -kalau dapat- menghilangkan
perbuatan atau kebiasaan buruk yang telah dimiliki dan berusaha agar
diri sendiri tidak melakukan keburukan yang telah dilakukan oleh orang
lain.
Kemoralan
juga akan memberikan ketenangan batin karena kemoralan menjaga segala
perbuatan yang dilakukan lewat badan, ucapan dan pikiran agar 'terbebas
dari kesalahan'. Manusia pada dasarnya berhasrat untuk melaksanakan
segala bentuk keinginannya baik keinginan luhur maupun tidak baik. Namun
dengan pengertian akan kemoralan maka orang kemudian akan mampu
memilih perbuatan yang pantas dilakukan dari hal-hal yang tidak sesuai
dengan kondisi lingkungan maupun ukuran kemoralan yang lainnya. Semakin
tepat pilihannya, semakin diterima pula seseorang dalam lingkungannya,
semakin besar pula keyakinan pada dirinya sendiri bahwa ia 'terbebas
dari kesalahan'.
Bila
keinginan telah terbiasa dikendalikan, maka bila dalam kehidupan ini
orang menjumpai kenyataan yang bertentangan dengan keinginannya, ia akan
dengan lapang dada dan penuh pengertian akan mampu menerima kenyataan
tersebut. Ia tenang menghadapi kenyataan.
Dalam
pengertian Agama Buddha, apabila kerelaan adalah unsur aktif untuk
berbuat kebaikan maka kemoralan adalah unsur negatif yaitu mencegah
kejahatan. Kedua unsur ini masing-masing bekerja aktif untuk
mengendalikan keinginan seseorang, menundukkan keinginan seseorang.
Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena mereka
bekerja saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang sama, hidup
bahagia dan bebas dari stress sebagai awal pencapaian yang lebih tinggi.
Dengan demikian, umat Buddha selalu dianjurkan untuk melaksanakan
kedua hal pokok ini.
Dalam
menyimpulkan hasil penelitiannya Dr. Claire Weekes menyatakan bahwa
menganut salah satu agama tertentu dapat mencegah serta mengatasi stress
disamping memiliki pekerjaan yang sesuai dan keberanian dalam
menghadapi resiko hidup.
c. Ketenangan batin
Langkah
yang ketiga ini digunakan untuk mengatasi stress langsung dari
sumbernya yaitu pikiran. Dalam pikiran itulah terletak bermacam-macam
keinginan. Ketenangan batin dicapai melalui latihan meditasi. Meditasi
dapat digunakan untuk mengendapkan dan menyusun segala bentuk keinginan
dalam latihan berpikir dengan benar. Manusia mampu melatih setiap
gerakan badan dan ucapan sesuai dengan kemauan, demikian pula terhadap
pikiran. Sarana melatih pikiran itulah yang disebut dengan meditasi.
Meditasi mengarahkan batin seseorang untuk dapat menyadari bahwa hidup adalah saat ini,
bukan masa lalu maupun masa yang akan datang. Pada masa lalu orang
pernah hidup tetapi sudah tidak hidup, di masa datang orang akan hidup
tetapi belum hidup; di masa ini, saat inilah orang hidup dan sedang
hidup. Bila batin telah mencapai tahap ini, batin akan mampu memisahkan
antara keinginan yang diperlukan saat ini dari keinginan yang dapat
ditunda atau bahkan keinginan yang perlu dihilangkan. Dengan demikian,
maka orang akhirnya dapat menundukkan keinginannya sendiri dan
terbebaslah ia dari stress.
Pada hakekatnya meditasi adalah menyadari segala sesuatu yang sedang
dilakukan, diucapkan dan terutama segala yang dipikirkan. Meditasi
bukanlah berdoa, mengatur pernafasan maupun mengosongkan pikiran. Dalam
melaksanakan meditasi dibutuhkan beberapa persyaratan dasar yaitu
posisi tubuh yang benar, waktu meditasi yang sesuai, tempat meditasi
yang memenuhi persyaratan, obyek meditasi yang cocok dan juga guru yang
mampu mengarahkan meditasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bila
ketenangan batin tercapai maka stress pun tidak mempunyai kesempatan
muncul dalam kehidupan ini. Dr. Vernon Coleman juga mengarahkan para
pasien stress-nya untuk melakukan relaksasi terutama dengan meditasi
walaupun tidak harus mengikuti satu bentuk institusi tertentu.
d. Kebijaksanaan
Kemampuan
meditasi bukan hanya untuk menghasilkan ketenangan batin saja tetapi
dapat dikembangkan ke arah pengertian batin yang hendak dicari sebagai
obat tertinggi dalam menanggulangi stress.
Menurut
Sang Buddha, ada dua macam kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan duniawi
yang berupa teori dan kebijaksanaan mutlak yaitu tercapainya tujuan
tertinggi dalam Agama Buddha, Nibbana/Nirwana. Kebijaksanaan duniawi
adalah pengertian dasar bersifat filosofis dan teoritis untuk mendorong
pelaksanaannya agar orang dapat membuktikan kebenarannya. Apabila telah
dilaksanakan maka setahap demi setahap orang akan mendekati tujuan
akhir yaitu kebijaksanaan mutlak.
Pencapaian
kebijaksanaan mutlak dengan melatih ketenangan batin berpandangan
terang. Sasaran latihan ketenangan batin tahap akhir ini adalah agar
orang setelah mampu memisahkan antara keinginan yang pokok dan
sampingan, kini di arahkan untuk menyadari bahwa keinginan itulah yang
menjadi dasar ketidakpuasan dalam hidup ini. Keinginan itu pulalah yang
menjadi salah satu sebab munculnya stress dalam hidup ini. Sedangkan
sumber keinginan adalah karena tidak menyadari bahwa hidup akan selalu
berubah dan hanyalah proses. Tahap ini menjadi tahap akhir dan menjadi
tahap tertinggi dalam Agama Buddha. Untuk menguraikan tahapan ini
membutuhkan suatu latihan dasar dari ketiga tahap sebelumnya, oleh
karena itu dalam kesempatan ini tahap terakhir ini hanya diuraikan
secara singkat untuk memberikan gambaran sepintas dahulu. Dalam
kesempatan lain, mungkin akan dibicarakan secara khusus dan mendalam.
Sesungguhnya
bila hanya untuk mengatasi stress saja ketiga tahap di atas sudah
lebih dari cukup. Bila hendak mengatasi masalah hidup yang sesungguhnya
yaitu untuk mencapai Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana) maka tahap
keempat adalah tahap yang harus dilaksanakan.
PENUTUP
Istilah
'stress' kelihatannya baru muncul dalam beberapa dekade belakangan
ini, tetapi sesungguhnya sejak jaman Sang Buddha hidup bahkan mungkin
jauh sebelumnya itu kondisi stress ini telah dialami umat manusia. Oleh
karena itu, Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan petunjuk untuk
mengembangkan kebahagiaan yang telah dimiliki, namun juga berisikan
kiat-kiat untuk memperbaiki situasi lahir batin yang sedang dihadapi.
Apabila kondisi lahir batin dapat diselaraskan dengan kenyataan hidup,
maka terbebaslah orang dari stress.
Kini,
pengertian untuk mengatasi stress sebagai fenomena era globalisasi dan
teknologi telah diberikan, tinggal dilaksanakan. Sesungguhnya menurut
Sabda Sang Buddha:
Walaupun
seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul dan
tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik
kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul dan tenggelamnya
segala sesuatu yang berkondisi.
( DHAMMAPADA VIII, 14 )
[Dikutip dari website Samaggi-phala WWW.samaggi-phala.or.id ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar